Rabu, 11 Maret 2009

Makna Maulid makna Khalifah Sejati seorang Agen Perubahan


Maka katakan ”finish” di pemilu nanti bagi caleg dan capres yang tidak menunjukkan karakter khalifah sejati wujud nyata keteladanan bukan akal-akalan mendongkrak image semu tak ada isi.


Ada yang istimewa dirasakan dalam suasana maulid nabi Muhammmad SAW tahun 2009 ini melihat antusiasnya pemberitaan di TV yang agak sedikit beda dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Luar biasa mengikuti acara editorial Metro TV melihat telpon tak henti dari pemirsa yang hampir semua terlihat memahami kebesaran Rasulullah termasuk dari non muslim yang mengagumi konsep masyarakat madani beliau yaitu mereka yang diataslah yang mengangkat yang dibawah untuk bersama di garis tengah (madani) bukan sebaliknya. Konsep ini dipakai Obama dengan istilah balancing-nya. Ini mengingatkan saya pada sindiran lagunya mbah Surip di Taman Ismail Marzuki tentang realita politik kita; ”Ta’ Gendong Kemana-mana” yang menggambarkan mirisnya nasib rakyat yang disuruh mendukung pemimpinnya.

Konsep leadership Rasulullah yang selalu mengedepankan kepentingan orang banyak tanpa membedakan suku ras agama dan golongan menghasilkan buah yang tak kunjung habis dipetik sampai kini, sehingga wajar jika beliau dipilih oleh media barat sebagai tokoh nomor satu sepanjang masa yang paling berpengaruh di dunia.

Gelar pemimpin yang memberi rahmat pada alam semesta (rahmatan lil alamin) juga ditujukan pada siapa saja yang mau menyandang gelar khalifah di muka bumi siapapun dia (tanpa harus ikut jadi caleg atau capres) dialah pemimpin di semesta alam bukan lagi sebatas negeri. Syarat jadi leader sejati tersebut sederhana saja yakni paham makna tinggi rendahnya kedudukan seseorang dilihat dari besar kecil manfaatnya bagi masyarakat dan mengamalkan pemahaman tersebut.

Keteladanan yang lain adalah bahwa kekayaan bukan dilihat dari apa yang dimiliki saat ini. Rasulullah sangat kaya raya namun hartanya hanya mampir sesaat untuk diteruskan kepada fakir miskin. Apakah logika ekonomi berlaku disini? Bagaimana mungkin orang bisa kaya jika tidak menabung dan menumpuknya di bank-bank (saving)?

Kuncinya hanya satu (bak emas 24 karat) yang murni terbersit dihati hanyalah keyakinan penuh bahwa ”apapun keadaan saya saat ini.... sungguh ini adalah saat terindah dalam hidup saya... dalam nikmat anugerah yang tak terhitung besarnya... yang takkan henti saya syukuri....” Hal inilah yang membuat sang pemimpin menjadi sangat kaya raya dalam makna filosofi sekaligus makna harfiah. Pemimpin begini takkan tahu bagaimana cara korupsi menambah pundi-pundi.

Itulah yang membedakan khalifah atau pemimpin sejati dengan pemimpin biasa. Baginya tak lagi hitungan dunia yang dapat memaksanya bersandiwara. Semua di dirinya adalah cukup sehingga tak lagi butuh dipuji dan tak lagi butuh didanai justru puji dan dana yang mengejar dan mengikut kepadanya.

Maka katakan ”finish” di pemilu nanti bagi caleg dan capres yang tidak menunjukkan karakter khalifah sejati. Kita butuh wujud nyata keteladanan bukan akal-akalan mendongkrak image yang semu tak ada isi. Wujud pemimpin sejati itu bisa dirasakan dari manfaat keberadaannya yang berguna bagi semua. Apakah selama ini sikap dan tindakannya sudah memihak pada rakyat banyak sehingga pantas mendapatkan suara rakyat banyak?

Keteladanan Rasulullah menggulirkan banyak tokoh besar yang mengukir sejarah kebaikan pada jamannya. Tokoh-tokoh tersebut tersimpul dalam makna membangun dan mengembangkan lingkungan yang mengarah pada karakter dasar change agent dalam developmental organization, suatu konsep organisasi yang disebut beyond learning organization. Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju kita butuh khalifah sejati untuk memperbaiki organisasi baik dalam skala besar negara RI dan skala kecil perusahaan tempat kita menjemput rejeki? Beri masukan Anda di http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/ (zbu 10/03/09).

Tidak ada komentar: