Selasa, 24 Maret 2009

Makna Filosofis suatu Hubungan Kerja

Sebuah catatan dalam membangun hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan bagi pertumbuhan usaha yang berkesinambungan.

Hubungan Kerja
Suatu hubungan kerja adalah hubungan yang timbul antara dua belah pihak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dilindungi dan mengacu kepada Undang-undang. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Hubungan kerja tersebut sebagaimana dimaksud Pasal 54 UU No. 13 Tahun 2003, dibuat dalam bentuk perjanjian kerja tertulis yang sekurang-kurangnya memuat
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syaratsyarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Dari sembilan unsur diatas bisa dirasakan filosofi hubungan kerja adalah hubungan memberi dan menerima antara duabelah pihak. Karena berhubungan dengan produktifitas nasional dan pembangunan, maka negara menghargainya dengan mengaturnya melalui perangkat Undang undang, antara lain:
1. Undang-undang No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Bekerja, yang meratifikasi konvensi Badan Tenaga Kerja Internasional (ILO) dibawah PBB tentang Kebebasan Berserikat sebagai hak dasar setiap manusia.
2. Undang-undang No 13 Tentang Ketenagakerjaan, yang bertujuan untuk melindungi nilai-nilai luhur dari suatu hubungan kerja dalam kerangka hubungan industrial yang harmonis dinamis dan berkeadilan.
3. Undang-undang No 2 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Hubungan Industrial, yang bertujuan memberikan kekuatan hukum bagi penyelesaian secara adil setiap perselisihan yang muncul akibat kesalahan yang terjadi dalam hubungan kerja.
Jelaslah hubungan kerja adalah hubungan yang sangat manusiawi dan didasari pada niat yang luhur antara duabelah pihak yang saling membutuhkan.

Siklus Hubungan Kerja

Pada dasarnya terdapat tiga jenis siklus dalam suatu hubungan kerja yang sangat menentukan bagaimana bentuk sesungguhnya dan bagaimana kesudahannya suatu hubungan kerja sebagai berikut:
1. Siklus Positif Hubungan Kerja
Setiap pekerja berkepentingan untuk mengembangkan dirinya sesuai kemampuan, minat dan bakatnya. Mengapa pekerja ingin mengembangkan diri?
Sesuai dengan prinsip dasar suatu hubungan kerja yang berhubungan secara sebab akibat, pekerja mengembangkan dirinya supaya bisa bekerja dengan lebih baik lagi sehingga bisa mendapatkan lebih baik pula bagi peningkatan kesejahteraannya.
Pada prinsipnya keinginan pekerja untuk mengembangkan profesionalisme dengan menjadikan diri lebih baik akan bermanfaat bagi dirinya dan perusahaan tempat dia bekerja.
Perusahaan menghargai pekerja yang meningkatkan kontribusinya ke perusahaan secara kuantitas maupun kualitas. Penghargaan tersebut diantaranya diberikan dalam bentuk peningkatan kesejahteraan pekerja yang berpengaruh meningkatkan motivasi pekerja untuk terus memperbaiki kinerjanya. Kondisi tersebut dinamakan dengan Siklus Positif Hubungan Kerja yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Masalah mendasar selama ini adalah dalam hal komunikasi. Apakah sudah terdapat komunikasi yang baik antara keduabelah pihak dalam menyatukan visi dan misinya dan mengaktualisasikan dalam bentuk siklus positif? Jika tidak maka putaran siklus suatu hubungan kerja akan mengarah kepada stagnan atau negatif.
2. Stagnan
Kondisi dimana perusahaan memikirkan untuk mengganti tenaga kerja yang lama dengan yang baru tamat (fresh graduate), dengan pertimbangan resiko beban perusahaan karena upah pekerja lama yang cenderung naik seiring masa kerja sedangkan nilai produksinya sama saja dengan pekerja baru. Demikian siklus itu berputar terus menerus dengan nilai sdm yang tetap sama secara kualitas. Siklus ini disebut stagnan.
3. Siklus Negatif
Kondisi dimana pengusaha merasa bahwa usahanya tidak mungkin berkembang dan mulai memikirkan untuk tidak memperpanjang kontrak kerja serta mengalihkan sektor usaha ke sektor finansialisasi yang sama sekali tidak berhubungan dengan bidang produksi dan tenaga kerja dengan keuntungan yang lebih jelas. Contoh: investasi dengan membeli Surat utang negara (SUN), saham, dll.
Akibatnya akan sangat terasa bagi seluruh tenaga kerja produktif yang kehilangan lapangan kerja. Keadaan ini biasanya terjadi pada masa-masa maraknya demonstrasi kaum buruh, seperti saat diterbitkannya suatu kebijakan pemerintah mengenai ketenagakerjaan atau saat penetapan upah minimum yang biasanya terjadi di awal dan akhir tahun. Keadaan ini dinamakan siklus negatif hubungan kerja.
Pengembangan profesionalisme pekerja merupakan langkah kongkrit menghindari siklus stagnan dan siklus negatif. Pekerja yang berinisiatif untuk bisa lebih baik lagi dari sebelumnya akan membuat perusahaan berusaha mempertahankannya dan menghargainya karena berkontribusi positif bagi pengembangan usaha. Pengusaha juga akan semakin yakin untuk mempertahankan usaha seiring keyakinannya akan pertumbuhan usaha yang terlihat dari keuntungan yang semakin meningkat, sehingga wajar pula bagi pengusaha untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya.
Bagaimana menurut pendapat Anda? Silakan sampaikan opini anda atau Anda ingin membangun siklus positif dengan Logic Simulation System? silakan menjadi member di http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/ (zbu 23/03/09).

Rabu, 11 Maret 2009

Makna Maulid makna Khalifah Sejati seorang Agen Perubahan


Maka katakan ”finish” di pemilu nanti bagi caleg dan capres yang tidak menunjukkan karakter khalifah sejati wujud nyata keteladanan bukan akal-akalan mendongkrak image semu tak ada isi.


Ada yang istimewa dirasakan dalam suasana maulid nabi Muhammmad SAW tahun 2009 ini melihat antusiasnya pemberitaan di TV yang agak sedikit beda dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Luar biasa mengikuti acara editorial Metro TV melihat telpon tak henti dari pemirsa yang hampir semua terlihat memahami kebesaran Rasulullah termasuk dari non muslim yang mengagumi konsep masyarakat madani beliau yaitu mereka yang diataslah yang mengangkat yang dibawah untuk bersama di garis tengah (madani) bukan sebaliknya. Konsep ini dipakai Obama dengan istilah balancing-nya. Ini mengingatkan saya pada sindiran lagunya mbah Surip di Taman Ismail Marzuki tentang realita politik kita; ”Ta’ Gendong Kemana-mana” yang menggambarkan mirisnya nasib rakyat yang disuruh mendukung pemimpinnya.

Konsep leadership Rasulullah yang selalu mengedepankan kepentingan orang banyak tanpa membedakan suku ras agama dan golongan menghasilkan buah yang tak kunjung habis dipetik sampai kini, sehingga wajar jika beliau dipilih oleh media barat sebagai tokoh nomor satu sepanjang masa yang paling berpengaruh di dunia.

Gelar pemimpin yang memberi rahmat pada alam semesta (rahmatan lil alamin) juga ditujukan pada siapa saja yang mau menyandang gelar khalifah di muka bumi siapapun dia (tanpa harus ikut jadi caleg atau capres) dialah pemimpin di semesta alam bukan lagi sebatas negeri. Syarat jadi leader sejati tersebut sederhana saja yakni paham makna tinggi rendahnya kedudukan seseorang dilihat dari besar kecil manfaatnya bagi masyarakat dan mengamalkan pemahaman tersebut.

Keteladanan yang lain adalah bahwa kekayaan bukan dilihat dari apa yang dimiliki saat ini. Rasulullah sangat kaya raya namun hartanya hanya mampir sesaat untuk diteruskan kepada fakir miskin. Apakah logika ekonomi berlaku disini? Bagaimana mungkin orang bisa kaya jika tidak menabung dan menumpuknya di bank-bank (saving)?

Kuncinya hanya satu (bak emas 24 karat) yang murni terbersit dihati hanyalah keyakinan penuh bahwa ”apapun keadaan saya saat ini.... sungguh ini adalah saat terindah dalam hidup saya... dalam nikmat anugerah yang tak terhitung besarnya... yang takkan henti saya syukuri....” Hal inilah yang membuat sang pemimpin menjadi sangat kaya raya dalam makna filosofi sekaligus makna harfiah. Pemimpin begini takkan tahu bagaimana cara korupsi menambah pundi-pundi.

Itulah yang membedakan khalifah atau pemimpin sejati dengan pemimpin biasa. Baginya tak lagi hitungan dunia yang dapat memaksanya bersandiwara. Semua di dirinya adalah cukup sehingga tak lagi butuh dipuji dan tak lagi butuh didanai justru puji dan dana yang mengejar dan mengikut kepadanya.

Maka katakan ”finish” di pemilu nanti bagi caleg dan capres yang tidak menunjukkan karakter khalifah sejati. Kita butuh wujud nyata keteladanan bukan akal-akalan mendongkrak image yang semu tak ada isi. Wujud pemimpin sejati itu bisa dirasakan dari manfaat keberadaannya yang berguna bagi semua. Apakah selama ini sikap dan tindakannya sudah memihak pada rakyat banyak sehingga pantas mendapatkan suara rakyat banyak?

Keteladanan Rasulullah menggulirkan banyak tokoh besar yang mengukir sejarah kebaikan pada jamannya. Tokoh-tokoh tersebut tersimpul dalam makna membangun dan mengembangkan lingkungan yang mengarah pada karakter dasar change agent dalam developmental organization, suatu konsep organisasi yang disebut beyond learning organization. Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju kita butuh khalifah sejati untuk memperbaiki organisasi baik dalam skala besar negara RI dan skala kecil perusahaan tempat kita menjemput rejeki? Beri masukan Anda di http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/ (zbu 10/03/09).

Selasa, 03 Maret 2009

Profesionalisme seorang Mourinho


Bagi penggemar sepakbola liga dunia nama Mourinho sebagai pelatih top tentu tidak asing lagi. Beberapa hal yang bisa disaksikan disetiap pertandingan timnya adalah:
1. Terlihat ekspresi total seorang mourinho yang dapat mempengaruhi sikap total seluruh pemainnya.
2. Terlihat ekspresinya yang fokus saat mengamati jalannya pertandingan
3. Terlihat ekspresinya menahankan rasa sakit saat melihat suatu kegagalan dalam tim. Ekspresi seorang yang menerima dengan total rasa sakit itu tanpa menghindarinya.
4. Terlihat betapa kuat seorang mourinho memegang komitmen setelah dia menyatakan bersedia mengemban tugas diantaranya:
a. Total mencari cara terbaik bagi tim untuk menang
b. Total hanya fokus pada yang terbaik bagi tim bagai obsesi yang tak putus walau digoda pers untuk hal lain.
Seluruh sikap profesionalismenya terbukti berhasil meningkatkan kemampuannya dan kemampuan anak asuhnya di tim (termasuk si pembangkang Adriano) dan sudah jelas untuk saat ini totalitas profesionalisme mourinho akan menentramkan hati siapa saja penyandang dana bagi timnya.
Kesan yang sampai adalah Mourinho membela timnya dengan seluruh jiwa dan raga
Pertanyaan kunci apakah mourinho seorang profesional sejati?
Jawabannya iya kalau yang dia bela adalah murni kepentingan timnya bukan dirinya atau pimpinan maupun pemilik tim atau siapa saja yang berkuasa atas dirinya dalam tim.
Begitulah dilema profesionalime. Pertanyaan kuncinya tetap sama apakah membela kepentingan perorangan atau membela kepentingan bersama. Indikator dasarnya adalah kode etik yang mengacu pada nilai-nilai filosofi dasar dibentuknya suatu organisasi yang dituangkan dalam visi misi atau AD/ART.
Atasan atau pimpinan maupun pemilik atau siapa saja yang berkuasa atas diri adalah bagian dari organisasi yang juga harus mengacu kepada nilai-nilai yang ada dalam organisasi sebagai azaz tertinggi yang harus dijadikan pedoman bagi seluruh anggota organisasi.
Tantangan profesionalisme dalam bentuk benturan kepentingan ini hanya bisa dilewati dengan membangun organisasi yang transparan dan acoountable yang hanya bisa dibangun oleh organisasi yang sistematis dalam sistem kerjanya.
Memang tidak semua organisasi yang gagal disebabkan orangnya tidak profesional, namun suatu organisasi yang berisikan orang-orang yang tidak profesional sudah bisa dipastikan akan menemui kegagalan atau setidaknya akan berubah menuju bentuk sejatinya.
Keberhasilan organisasi sangat tergantung pada profesionalisme anggotanya. Melihat prestasi dari setiap tim yang diasuhnya pantas kiranya Mourinho diakui sebagai seorang profesional sejati.
Bagaimana menurut anda? Silakan berbagi buah pikiran di http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/ (zbu02/02/09).

Jumat, 06 Februari 2009

Salahsatu sudut pandang tentang Ilmu Manajemen

ilmu manajemen bukan membuatkan sistem bagi kelompok, tetapi membangun kelompok untuk secara sadar membangun sistem pada fungsinya dan mengintegrasikan sendiri dengan seluruh aspek yang terkait dengannya untuk kemajuan bersama

Oleh. Zukra Budi Utama

Sejak mempelajari manajemen di program pasca sarjana magisterial Tahun 1999, saya bisa merasakan manfaatnya yang besar.
Perbedaan paling penting adalah dalam memahami masalah secara menyeluruh untuk kemudian disortir dan dikelompokkan terhadap satu topik analisa. Ini berbeda dengan program sarjana yang substansif sifatnya. Dari sini mulai didapat pengertian tentang integrasi sistem, di mana masing-masing aspek manajemen mempunyai interaksi satu sama lain.
Ternyata prinsip dasar dari pembelajaran manajemen apapun bidang studinya adalah:
1. Manajemen secara harfiah diarahkan untuk menghasilkan manfaat atau nilai tambah bagi peningkatan martabat hidup manusia.
2. Pertumbuhan positif tersebut hanya bisa dihasilkan oleh kelompok yang konstruktif.
3. Agar kelompok bisa konstruktif harus ada budaya perubahan dan kepemimpinan yang kuat yang selalu belajar dari masa lalu untuk menghasilkan lebih baik di masa mendatang.
Kesimpulannya ilmu manajemen bukan membuatkan sistem bagi kelompok, tetapi membangun kelompok untuk secara sadar membangun sistem pada fungsinya dan mengintegrasikan sendiri dengan seluruh aspek yang terkait dengannya untuk kemajuan bersama. Ketika kelompok mencapai derajat kemajuan dari integrasi mereka, maka mereka menjadi contoh teori yang kemudian menjadi sebuah buku manajemen tentang apa yang mereka lakukan untuk memperbaiki kelompoknya.
Di sini tampak jelas kesalahan sudut pandang yang saya alami sebelumnya, di mana saya belajar manajemen dengan ikut training dan membaca buku dengan teliti, diakhiri dengan fanatisme sempit tentang suatu teori baru yang harus diterapkan di perusahaan.
Pada dasarnya ilmu manajemen mempunyai pola struktur yang serupa dalam bentuk bangunan terbaik yang dihasilkan suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhannya melalui analisa hubungannya dengan lingkungannya. Maka dapat dimengerti mengapa tidak semua teori bisa dipergunakan di kelompok yang berbeda.
Konsep ini saya temukan juga dalam buku ”Beyond Learning Organization” (Jerry & Maycunich, 2001) yang membuka pengertian baru bahwa kelompok yang konstruktif akan mengembangkan asumsi bersama dan mengujinya ke teori untuk mengisi gudang pengetahuan yang dipakai bagi peningkatan pencapaian mereka. Dalam beberapa literatur ditemukan bahwa kelompok konstruktif tersebut dinamakan dengan ”Developmental Organization”.
Konsep tersebut saya coba terapkan dalam membangun kelompok yang konstruktif di perusahaan diawali dengan membangun budaya konstruktif dengan dukungan kepemimpinan yang kuat, kemudian memadukan metoda pembalajaran berpikir sistematis dengan metoda pembelajaran integrasi yang selama ini sudah saya kembangkan dengan tool Logic Simulation System.
Jelas program pasca sarjana sangat berarti dalam meningkatkan kemampuan untuk menganalisa sistem manajemen secara menyeluruh dan strategis maka saya rekomendasikan untuk HR agar bisa menjadi mitra strategis perusahaan. Saya ingin membagi pengalaman menerapkan konsep dasar tersebut di bidang HR dalam blog ini.
Bagaimana menurut anda tentang belajar manajemen? Silakan beri kritik masukan dan saran anda di http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/(zbu/04/02/09).

Rabu, 28 Januari 2009

LSS sebagai alat untuk mengintegrasikan fungsi HR

Dalam perjalanannya LSS kemudian dijadikan alat untuk mengintegrasikan sistem HR ke Proses Inti Bisnis, dengan hipotesis:
Membangun pola pikir sistem dalam suatu komunitas melalui metoda simulasi akan mempermudah mengintegrasikan fungsi HR ke proses inti perusahaan, sehingga memposisikan HR pada peran strategis-nya.
Implementasi budaya development LSS membantu penerapan LSS di perusahaan sehingga terjadi penghematan sistem sampai milyaran rupiah per-tahun.
Tantangan yang dirasakan adalah dalam menemukan metoda instuksional yang tepat untuk membangun pola pikir sistem pada suatu komunitas. Untuk itu penelitian kemudian saya lanjutkan dalam format disertasi S3 di bidang manajemen pendidikan.
LSS diterapkan di perusahaan mengacu pada 4 step Balance Scorecard dengan dukungan Komite Learning and Growth dan Tim Change Baseline, dengan fasilitas pustaka dan clinic TQC untuk membangun proses pembelajaran dan improvement terintegrasi dalam satu poros yang link dengan core bisnis perusahaan.
Akhir dari siklus adalah matriks analisa mikro dan makro, untuk memberikan suggest pada strategi bisnis perusahaan melalui sistem konversi matrik analisisnya dengan didukung proses dan data yang valid.
LSS pernah dibahas sebagai topik HRD Forum Event ke-47, mendapat tanggapan baik dari peserta yang mengusulkan agar dikupas lebih dalam. Dinilai adaptif bagi semua tool manajemen, mudah digunakan karena murni diangkat dari riset implementasi di lapangan.
Digulirkan di blog http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/ untuk menjadi salahsatu alternatif alat bantu bagi HR, sambil terus mengikuti perkembangan implementasi Developmental Organization dan HR Strategik di perusahaan. Dengan sharing disini diharapkan tercapai wujud ideal sebuah tool yang bermanfaat bagi kita bersama. Untuk itu saya berharap peranserta pembaca baik dalam bentuk Kritik dan saran mengenai tulisan disini ataupun memberikan sharing dengan menulis di blog ini. Terimakasih(zbu11/01/09).

Selasa, 20 Januari 2009

4 Tahap Implementasi LSS HR Strategic Partner

Setelah tahap penanaman budaya development di perusahaan, maka untuk implementasi LSS, penulis menerapkan 4 tahap berikut ini:
I. Membangun Lingkungan Development dengan Teknik Logic Simulation System (LSS); Lakukan lompatan tinggalkan kecenderungan lama dan lawan kelembaman.
Sasaran:
Mampu mengelola tuntutan perubahan dengan bersikap dan berpikir sistem, mengembangkan pola pikir riset dalam bekerja dan menularkannya pada lingkungan, menggunakan aplikasi komputer sederhana membangun jaringan kerja yang efektif.
Contoh kasus: Membangun Integrasi sistem LSS People Development.
II. Membangun Piping Sistem
Sasaran:
Mampu mengalirkan proses sistematis ke saluran utama bisnis inti perusahaan secara terintegrasi, dengan fokus pada peningkatan pencapaian perusahaan, dimulai dari identifikasi masalah, pemenuhan kebutuhan Learning & Growth, dan improvement system dengan metoda TQC.
Contoh kasus : HR Department Integrated System.
III. Integrasi Saluran Utama
Sasaran:
Intinya menyeimbangkan laju aliran proses setiap departemen ke poros inti pada tingkat yang optimum sesuai kebutuhan. Mengintegrasikan seluruh departemen dan divisi sebagai saluran utama secara efektif memutar positif poros inti guna meningkatkan pencapaian perusahaan secara terukur dan terkendali, melalui metoda LSS Spidernet System. Mampu mengukur performance base on contribution; personal, departemen dan divisi.
Contoh Kasus: Membangun HR Division dan Company Spidernet System (bentuk pengembangan ke Company Dashboard).
IV. Sistem Pengendalian Strategis; Ready to HR Strategic Partner
Sasaran:
Mampu mengembangkan analisa causalitas dengan teknik statistik guna memberikan masukan/ suggest kepada manajemen dalam hal strategi perusahaan, melalui sistem konversi matriks mikro dan makro analisis.
Contoh Kasus: Membuat peta Situational factors, mengukur pengaruhnya kepada pencapaian karyawan, departemen dan divisi, dan pencapaian perusahaan, menyusun model bagi strategi perusahaan ke depan.
LSS juga bisa diterapkan dengan spreadseheet atau excel, sehingga mudah dikembangkan di tempat kerja ke seluruh departemen sehingga fungsi pandu HR bisa berjalan (HR scout role) serta menjadi prime mover dalam membangun Developmental Organization, mengendalikan lingkungan mikro mengantisipasi setiap perubahan lingkungan makro (unpredictable environment).
Bagaimana menurut Anda?

Sabtu, 17 Januari 2009

Manfaat Lebih dari LSS sebagai Tool Manajemen

Jika kita mau sederhanakan maka esensi sesungguhnya setiap study bidang manajemen adalah berorientasikan kepada development yang bersendikan kepada teknik konversi uncontrollable menjadi controllable environment, dimana teknik simulasilah yang tepat untuk itu.

Tanpa disadari sejak 1990-an Logic Simulation Syatem (LSS) sudah banyak bermanfaat diberbagai bidang, diantaranya:
1. Menentukan optimalisasi angkutan transportasi pendukung crew pesawat di salahsatu perusahaan penerbangan nasional.
2. Menentukan performance karyawan bagian produksi berdasarkan produktifitas.
3. Menentukan performance karyawan bengkel otomotif
4. Menentukan insentif karyawan bengkel otomotif
5. Menentukan training dan kompetensi karyawan
6. Melakukan Performance Appraisal Karyawan
7. Menetapkan Pesangon Karyawan Berdasarkan Simulasi UU Ketenagakerjaan
8. Menentukan analisa Performance Base on Contribution
9. Melakukan analisa Job Value
10. Mengukur kontribusi kelompok dan personal karyawan di perusahaan.
11. Integrated HR System to Builds The Developmental Organization
12. Dll.
Ketika disadari bahwa kandungan manfaat LSS bukan hanya sekedar menghasilkan produk simulasi, namun lebih jauh lagi dalam manfaat nyata membentuk lingkungan yang tumbuh berkembang melalui pembentukan pola pikir sistemik logik-nya, maka saya berencana menelitinya lebih jauh sebagai disertasi doktoral, sehingga manfaatnya dapat dimaksimalkan.
Agar LSS tetap membumi, maka dibuatlah blog ini untuk menampung seluruh masukan bagi penyempurnaan LSS. Untuk itu saya mengajak seluruh komponen yang terkait dengan manajemen pengembangan sdm untuk bisa terlibat memberi masukan dan memperkaya tool dan sistem ini sehingga tidak sia-sia belaka.
Kita tidak ingin nantinya hanya menjadi follower semata karena sesungguhnya kita bisa menciptakan sendiri tool manajemen yang tumbuh dan berkembang dari lingkungan kita sendiri.
Jika kita mau sederhanakan maka esensi sesungguhnya setiap study dan tool yang dihasilkan di bidang manajemen adalah berorientasikan kepada development yang bersendikan kepada teknik konversi uncontrollable menjadi controllable environment dimana hanya teknik simulasi yang terbukti mampu dalam melakukannya (lihat paper Logic Simulation System sebagai Tool dalam Membangun Developmental Organization untuk Mempersempit Jarak antara Pendidikan dan Industri, zbu, 2004)
Semoga bisa direalisasikan riset Logic Simulation System dalam mengembangkan pola pikir sistem pada komunitas bangsa agar berkembang kreatifitas dan kepedulian. Teknik ini mirip metoda hareus yang sudah dikembangkan USA Instuksional Development Institute sejak 1990-an. Untuk itu harus dilakukan riset yang berkesinambungan untuk menyusun metoda instruksional yang cocok bagi Indonesia, dengan LSS bisa dikembangkan kreativitas mulai dari SD sampai S3
(zbu 12/12/08).

Hal Unik dari LSS dan Tantangan Pengembangannya

Jumat malam 11 Agustus 2007, Metro TV menampilkan diskusi tentang pajak. Pada kesempatan tersebut Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan jurus pamungkasnya yaitu program komputer untuk mengadu data pembayar dengan data masuk ke sistem secara cepat dan mudah, sehingga dapat diatasi masalah kesalahan data pajak. Tidak disampaikan secara spesifik bagaimana sistem tersebut dapat meningkatkan efisiensi penerimaan pajak.
Lima tahun yang lalu untuk masalah pajak LSS menemukan ide agar dilakukan pengendalian katup-katup informasi seluruh media yang menyentuh masyarakat secara interaktif sehingga wajib pajak dapat melihat aliran dana yang dibayarkannya kepada negara. Hal ini akan mengunci peluang penggelapan pajak dan meningkatkan motivasi para wajib pajak. Dalam masalah ini LSS mengejar esensinya, bahwa user yang dilayani adalah pembayar pajak bukan pemungut pajak. Pembayar pajak harus bisa diyakinkan bahwa apa yang dibayarnya benar-benar sampai dan bermanfaat bagi negara.
Untuk itu banyak media bisa digunakan, diantaranya website pajak ataupun atm, asal setiap transaksi yang ada pajaknya diberi penomoran baik nomor transaksi maupun NPWP si wajib pajak. Bukti transaksi disimpan wajib pajak dan bisa dijadikan bukti sekiranya pajaknya tidak sampai setelah dicheck dalam jangka waktu tertentu.
Prinsip kerja LSS adalah melakukan analisa dan membuka setiap komponen logic untuk memancing letupan ide-ide dalam menemukan kondisi paling ideal saat itu dari satu target yang diinginkan.
Masih banyak lagi ide yang bisa dikembangkan dengan metoda LSS, yang jika direalisasikan memberi manfaat besar bagi negara; diantaranya teknik integrated control piping system sebagai salahsatu solusi alternatif untuk mengatasi kemacetan, dll.
Produk LSS yang paling luarbiasa impaknya adalah sistem Development Center yang membangun lingkungan memutar positif value added bangsa.
Tantangan pengembangan LSS adalah dalam membangun budaya masyarakat untuk lebih berorientasi pada analisis konseptual dalam mengantisispasi problem ekososbud jangka panjang, bukan sekedar sikap reaktif populis dalam mengatasinya. Dibutuhkan lingkungan yang lebih peduli pada value daripada simbol, dan fokus profit hanya dari value added manfaat serta lebih memprioritaskan manfaat jangka panjang daripada sekedar profit sesaat.
Metoda LSS membuka seluruh statement if dan then seolah tanpa batas seperti aliran air mengisi ke seluruh ruang, mengukur, mengendalikan, mengarahkan dan mengintegrasikan akan menjadi terobosan bagus dalam menciptakan good governance.
Terkadang seperti loncatan dan letupan, memberikan kejutan terobosan diberbagai bidang sehingga bisa bermanfaat dalam membangun kretifitas bangsa.
Suatu industri yang sudah dibangun pola pikir system thinking-nya akan memiliki pekerja yang cepat tanggap dan sensitif terhadap setiap masalah dan secara impulsif segera bereaksi menemukan solusi paling tepat, malah tanpa harus menggambarnya terlebih dahulu pada suatu kertas.
Bagaimana tanggapan anda?
(zbu 11/08/07)

Kamis, 15 Januari 2009

Peran Strategis HRD Sesungguhnya Bisa Menjawab Krisis Ekonomi Global


Mengikuti perkembangan krisis global saat ini, sebagai bagian dari masyarakat yang sudah memahami dan merasakan langsung realita apa sesungguhnya yang terjadi di industri kita, maka saya punya kewajiban secara moril untuk menyampaikan, betapa sangat sayang kita menyia-nyiakan waktu selama ini berputar disekitar masalah yang sama yang sentralnya di HRD.
Sesungguhnya Developmental Organization merupakan jawaban bagi masalah industri saat ini dan masa nanti, termasuk krisis yang terjadi kapanpun dan dimanapun, hal ini sesungguhnya sangat gamblang untuk dijelaskan.
1. Bahwa dalam Developmental Organization seluruh spectrum manajemen focus pada satu arah yaitu pertumbuhan berkelanjutan dari perusahaan dalam wilayah diluar pengaruh makro.
2. Bahwa tidak satupun bagian dari perusahaan yang tidak bergerak maju memperbaiki diri dan berkembang dengan kreatifitas dalam bentuk improvement dan inovasi
3. Bahwa sesungguhnyalah seluruh system tersebut bersumber pada inisiatif HRD untuk mau menjadi leader dalam penggalangan pembangunan system Developmental Organization, sehingga lajur bagi HRD untuk menjadi strategic partner sesungguhnya sudah ada dan sangat jelas sekali peran kuncinya dalam kesinambungan pertumbuhan perusahaan.
4. Bahwa dalam Developmental Organization, HRD akan membangun lingkungan yang tidak tergantung kepada tool manajemen dari konsultan manapun, namun secara generic membangunnya dari dalam, menjadi bagian yang tumbuh dan hidup dalam perusahaan, yang tak terpisahkan membawa perusahaan keluar dari setiap kesulitan dan membuatnya tumbuh berkembang sesuai perubahan jaman.
Semoga para HRD kita mau segera mengambil peluang ini, tidak lagi menunggu dan semata mengikuti secara pasif tool manajemen dan pelatihan canggih yang disuguhkan kepada mereka. Namun pelatihan dan tool tadi bisa mereka konversikan dalam membangun system pertumbuhan perusahaan berkesinambungan dari dalam perusahaan sendiri, sesuai karakter perusahaan. Tool Logic Simulation System sudah terbukti bisa bermanfaat untuk itu silakan kunjungi di http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/
Sehingga HRD benar-benar kembali ke posisi sejatinya yaitu sebagai partner strategis perusahaan.
Bagaimana menurut Anda?

Logic Simulation System (LSS)Dari perspektif Alat Bantu

Aliran control proses secara vertical dan horizontal dalam format tool function by Logic Impulse Technique in Stationer Flow, secara horizontal flow mengacu pada pendekatan Mekanika Fluida menjamin kelancaran proses memenuhi target “cepat” dan secara vertical flow pada pendekatan Quality Control yang menjamin target “baik” dalam quality dan ”murah” dalam cost. Kalau dilihat dari atas akan seperti struktur jaring Laba-laba.
Secara menyeluruh jika dilihat dari cara proses kerja system akan meliputi Six Sigma dan BSC, yaitu:
Pengendalian hasil melalui pengendalian proses
(Six Sigma)
+
pada setiap level system yang terintegrasi
(Balance Scorecard)
Kesimpulan:
Tool hanyalah alat bantu, sama seperti senjata bagi samurai atau pesilat, namun sangat menentukan survive atau mati pada bisnis. Terdapat bermacam jenis senjata dan setiap orang bebas memilihnya untuk satu tujuan membeladiri dan bertahan hidup. Setiap bangsa punya selera dan kebiasaan yang berbeda-beda (contoh ; boomerang hanya ada di Australia tidak ada di Jepang, dan sumpit ada di Kalimantan).
Begitu juga dengan tool manajemen, cenderung akan menjadi alat yang tangguh jika pengembangannya disarikan dari nilai-nilai yang ada dalam kultur. Umumnya kultur dibangun dari perjalanan hidup bermasyarakat khas masing-masing bangsa. Maka cenderung system yang tercipta disuatu bangsa akan lebih bermanfaat bagi perusahaan bangsa itu sendiri.
Contoh:
Bill Smith, Bob Galvin dan Jack Welch dengan six sigma atau Shewhart, Juran, Deming, Crossby dan Ishikawa dengan TQM.
Hipotesis dan evidencenya:
TQM dikembangkan oleh Shewhart, Juran, Deming, Crossby dan Ishikawa dinegara Jepang sukses dipakai perusahaan berbasis budaya Jepang (sukses bagi Toyota), kurang sukses digunakan oleh perusahaan berbasis budaya Eropa, sehingga Bill Smith memodifikasinya dengan menambahkan alat control statistic dan menamakannya dengan Six Sigma (sukses bagi Motorola dan GE).
Keunikan LSS:
Bentuk aliran vertical dan horizontal dalam satu kesatuan pada Sarang Laba-laba ada kesamaan dengan Balance Scorecard atau Six Sigma + Good Governance.
Budaya Indonesia yang unik (diantaranya; feodalisme, tepo-seliro dan mendemjero, dll.) sehingga mampu berkonspirasi secara terintegrasi dari level paling bawah sampai level paling atas, mengharuskan adanya tool yang menyatukan manajemen bisnis dan manajemen moral sekaligus. Kesatuan ini tidak bisa terpisah, beda dengan BSC dan SS yang focus pada manajemen untuk hasil terbaik bagi kompetisi bisnisnya (sedangkan control moral ditempatkan secara terpisah).
Inilah alasan mengapa Manajemen Sarang Laba-laba cocok bagi system manajemen di Indonesia.
Semoga terjawab pertanyaan mengapa si Pitung agak sedikit canggung menggunakan samurai walau beda sedikit dari goloknya, namun fakta membuktikan bahwa suatu kemenangan ternyata sangat ditentukan oleh selisih nilai yang sangat sedikit (selisih juara 1 dan 2 juara lari 100m olimpiade hanya 0,02 detik).
Evidence lain:
Kultur menjadi alasan yang membuat Samsung secara simple memposisikan dirinya sebagai research company. Tool apa saja silakan beradaptasi dengan maunya mereka.
Dampaknya dalam waktu sangat singkat (1998-2006) Samsung menjadi nomor satu dalam teknologi semikonduktor dan tegas menyatakan siap untuk mendahului Nokia, berkat teknologi nano (future LCD) yang sepenuhnya menjadi hakciptanya.
Budaya riset ini berkembang cepat diseluruh korea, sehingga Negara ini menjadi macan baru asia sesudah Jepang.
Bukti ini menyadarkan kita untuk tidak lagi melecehkan riset dengan uji akademis, melalui pameo pembelaan diri “ ah… teoriii” atau istilah “tidak membumi” yang disalahgunakan. Sudah saatnya kita mau sedikit berpikir lebih dan mengembangkan sikap ilmiah di pekerjaan, agar setiap tindakan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga investor tidak perlu berpikir dua kali.
Bagaimana menurut anda?

Logic Simulation System (LSS) sebagai tool membangun Developmental Organization

Tidak kurang training dan referensi tentang implementasi HR Strategic, masalahnya bisakah cara implementasi itu diterapkan..??

Kronologis
Simulasi awalnya saya gunakan dengan menggunakan bahasa program Bassica untuk mendisain turbin uap dalam bentuk skripsi tahun 1992.
Ketika bekerja di beberapa perusahaan ternyata banyak sistem yang dapat diintegrasikan dan di by-pass (sederhanakan) dengan simulasi. Pertanyaan saya saat itu mengapa sistem yang jelas-jelas bisa dipermudah dibiarkan sekian lama tanpa perbaikan? Lalu pertanyaan berkembang:
1. Bagaimana membangun suatu komunitas yang sensitif terhadap perbaikan melalui pengembangan pola pikir logic terintegrasi dalam bentuk simulasi?
2. Adakah hubungan pengembangan pola pikir tersebut dengan peningkatan kreatifitas?
Tahun 1999 saya aktif dibidang HR seiring maraknya opini HR Role, dimana HR dituntut terukur dan terkendali mendukung pencapaian perusahaan. Saya tertarik dengan ide Renewal Capability and Competitive Readiness (Beyond Learning Organization - Perseus Book, 2001), yang menyatakan re-engineering HR Department dalam mencapai peran strategisnya merupakan syarat mutlak bertumbuhnya organisasi secara berkesinambungan.
ide tersebut kemudian saya eksperimenkan di pekerjaan dengan tool simulasi yang dinamakan Logic Simulation System (LSS) sekaligus saya gunakan untuk menganalisa produktivitas pekerja melalui pendekatan korelasi kwadran kedua guna menyelesaikan tesis di bidang MM-SDM pada tahun 2000.
Seterusnya LSS diterapkan dibidang HR dan mendapat apresiasi serta di-share di corporate dan group perusahaan atas keberhasilan dalam mempermudah kendali sistim kerja terintegrasi secara sederhana, serta diakui oleh SGS ISO consulting sebagai sistim yang ISO compliance, dan paperless terintegrasi.
Seterusnya LSS diterapkan dalam membangun Developmental Organization di perusahaan, membangun kultur yang membangun sehingga menghasilkan penghematan milyaran rupiah hanya dalam satu tahun penerapannya. Keberhasilan inilah yang ingin saya bagikan gratis melalui blog ini. Bagaimana menurut Anda? Silakan berikan masukan kritik dan saran anda di blog http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/ (zbu/11/01/09).

Peran HR: Harapan dan Realita

Peran HR: Harapan dan Realita
Sedih dan prihatin itulah yang mungkin terlintas di pikiran melihat realita di banyak tempat posisi HR ternyata masih belum menempati tempat yang ideal yaitu sebagai partner strategi perusahaan. Terlihat masih banyak persoalan terkait peran ini di hampir semua milis diskusi HR. Padahal peran inilah esensi yang paling mendasar dari keberadaan HR di perusahaan. Hal umum yang masih sering terlihat antara lain:
• Adanya intervensi dalam perekrutan pekerja
• Adanya hambatan ketika HR mau berinisiatif menerapkan KPI.
• Adanya order direksi agar HR mengeluarkan orang tanpa pesangon
Serta banyak lagi pelecehkan peran HR di perusahaan, disebabkan keberadaan HR yang belum dirasakannya signifikan terhadap pertumbuhan perusahaan, sehingga tidak harus didengar(?).
Skill kompetensi PIC HR kita sesungguhnya cukup mumpuni, mengingat lebih dari cukup tersedianya training dan seminar HR yang canggih disepanjang tahun yang mereferensi kepada perkembangan ilmu HR mutakhir dalam skala internasional. Beberapa diantara PIC HR kita malah sudah melakukan terobosan sampai ke implementasi talent management, dan sudah membagi ilmunya di HRD Forum. Inisiatif yang layak diberi apresiasi atas kontribusinya bagi perkembangan HR kita. Lalu mengapa realita peran HR masih merupakan problem nyata di lapangan???
Tentunya kita tidak bisa menyalahkan training yang sudah cukup berkompeten. Untuk mencari akar masalahnya, marilah kita coba telaah lebih jauh.
Sekitar 4 tahun lalu saya pernah menulis paper tentang Sistem Developmental Organization dalam salahsatu studi untuk mencoba menjawab pertanyaan Emerald International Journal of Operations & Production Management Vol.22 No.2, 2002. pp 241-264, dimana Bertrand & Fransoo menyatakan: terdapat dua isu mendasar yang bersumber dari debat utama mengenai adanya gap antara teori dan praktek Operasional Manajemen. Isu tersebut adalah:
(1) Mengapa para periset tidak mengarahkan penelitian mereka pada masalah-masalah yang relevan dengan kenyataan yang dipraktekkan di dunia pekerjaan.
(2) Mengapa para praktisi tidak banyak menggunakan tool dan hasil penelitian pengembangan riset OR dari komunitas OM?
Pertanyaan yang relevan untuk bidang studi manapun termasuk HR, dimana realitanya masih diakui adanya gap teori dengan praktek di industri/ perusahaan.
Sangat disayangkan kita tidak pernah belajar dari yang sudah terjadi. Kita tetap melakukan langkah yang sama dalam menjawab tuntutan peran strategi HR
Konklusi yang diberikan sebagai hasil studi adalah:
1. Menjadi lebih mudah bagi para periset dan praktisi untuk meneliti dan mengaplikasikan metoda OM melalui riset operasional di suatu perusahaan, apabila perusahaan itu sudah mengembangkan tipe organisasi developmental sesuai dengan karakteristiknya sebagaimana sudah dibahas diatas.
2. Langkah mendasar yang harus dilakukan perusahaan secara kongkrit untuk membangun Developmental Organization adalah:
(1). Re-engineering HR Department (Jerry, 2001)
(2). Melakukan pengembangan komprehensif terhadap tiga aspek pokok;
a. Change Agent.
b. Culture Change
c. Tools
Ketiga aspek tersebut harus diikat dalam satu Learning Methods; berupa pengembangan metoda instruksional yang terintegrasi dengan pengembangan budaya dan sdm.
(3) Mengontrol proses point (2) secara sistematis dan berkesinambungan melalui pengembangan system OR yang terintegrasi.
3. Untuk pengembangan komprehensif terhadap tiga aspek pokok diatas harus dibangun sistem riset komprehensif terhadap keseluruhan aspek yang terkandung dalam suatu perubahan dalam kerangka Developmental Organization, yaitu;
(1) Change agent; terkait karakter individu dan metoda pendidikan yang tepat dalam menghasilkan individu yang siap untuk melakukan perubahan.
(2) Culture; sifat dari suatu entitas dalam menyikapi setiap perubahan.
(3) Tool; dalam bentuk sistem simulasi yang terukur dan melewati suatu proses riset yang valid, komprehensif dan terintegrasi dengan tiga aspek sebelumnya.
Hasil studi kemudian dikembangkan diantaranya terkait dengan peran strategik HR sehingga menemukan hipotesis yang menyatakan bahwa peran strategic HR tidak tercipta dari suatu fokus tujuan, melainkan adalah suatu ekses dari proses membangun suatu organisasi sehingga menjadi organisasi yang berkembang, dengan indikator yang dapat dilihat dari pekerjanya yaitu:
 setiap karyawan bangga jika menemukan kesalahan dalam sistem kerjanya sehingga bisa melakukan perbaikan yang mempermudah pelaksana sesudahnya serta bermanfaat bagi perusahaan.
 setiap karyawan cenderung membantu mengangkat dan mendukung prestasi orang lain (bukan menutupinya) karena ingin belajar dari kelebihan orang, demi peningkatan profesionalisme sehingga bisa lebih bermanfaat bagi perusahaan.
 Setiap karyawan cenderung untuk memberi lebih dari yang diharapkan darinya.
Suatu kondisi yang masih langka kita temukan di lingkungan sekitar kita, merupakan tugas HR untuk membangun spirit pekerja menjadi budaya developmental sebagaimana 3 indikator diatas. Tidak akan sulit selama HR mau menjadi pionir dengan memulai membentuk sikap yang sama dengan 3 indikator tersebut, bukan lagi ekslusif dan menjadi sosok misterius yang mengambil jarak dengan seribu satu alasan tentang hal yang bersifat konfidensial.
Bagaimana menurut anda?
(zbu/12/08).

IR Menuju Riset: Maksimalkan Human Capital Asset

IR Menuju Riset: Maksimalkan Human Capital Asset
Refleksi Perubahan UU 13 tahun 2003 pada Perspektif Industri Nasional

Ketertinggalan teknologi ternyata bukan satu-satunya akar masalah terhambatnya pertumbuhan industri nasional. Masalah ketenagakerjaan dalam kerangka hubungan industri (Industrial Relation-IR), merupakan problem yang lebih mendasar lagi. Hal ini bisa diamati dari fenomena yang marak pada awal Mei 2006, dampak dari rencana perubahan UU No. 13 th. 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tiap perubahan lazimnya dilatarbelakangi tujuan yang baik. Belum bisa dipastikan muara suatu perubahan undang-undang, namun perjalanannya sudah jelas. Mahkamah Konstitusi (MK) akan jadi saringan akhir, jika lolos di DPR bisa batal di MK sekiranya bertentangan dengan UUD45. Jika prosedur sudah jelas, namun masih terjadi kerusuhan, tentunya ada hal lain yang jadi penyebab disamping pokok permasalahan itu sendiri.
Analisa terhadap perubahan biasanya melalui pengamatan pada 2 hal pokok; yaitu: tujuan perubahan sebagai substansi masalah, serta bentuk perubahan sebagai pembanding. Jika korelasi antara tujuan dan bentuk perubahan tidak cukup kuat, maka ada dua kemungkinan, tidak terjadi perubahan, atau kalaupun terjadi tidak akan bertahan lama. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan biasanya sangat signifikan. Sebaliknya jika hubungan antara keduanya sangat kuat, maka perubahan bisa terjadi dan tujuan bisa tercapai.
Tujuan Perubahan vs Bentuk Perubahan UU 13 Th. 2003.
Tujuan perubahan UU No. 13 tahun 2003 adalah untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi masuknya investasi, yang diharapkan segera menggerakkan roda ekonomi dan mengurangi tingkat pengangguran. Analisa paling dasar tentang hal ini adalah pengamatan pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tujuan tersebut.
Sekitar tahun 1990-an harian Kompas menulis bahwa kendala utama investasi disebabkan kurangnya kepastian hukum, yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Dalam bentuk grafik, levelnya berada diatas biaya sdm. Pertengahan pebruari 2006 SP-Pengemudi Truk Indonesia mendemo pungli yang membebani setiap truk sampai ratusan ribu perhari. Bagaimana opini yang timbul dari hal tersebut dan pengaruhnya terkait tujuan perubahan.?
Pasal 42 UU No. 13 Tahun 2003 adalah salahsatu pasal yang ingin dirubah karena dianggap berpengaruh pada investasi. Pasal ini membatasi keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia, karena tuntutan UUD 45 mewajibkan pemerintah memberi pekerjaan kepada rakyat. Pasal ini jadi lemah seiring laporan PBB tahun 2003 yang menyebutkan Indonesia termasuk kelompok terendah indeks pengembangan sdm. Bagaimana pula pengaruh dari realita serta opini yang timbul dari laporan tersebut terkait tujuan perubahan??
Lingkar Pengaruh dan Lingkar Kendali
Biaya sdm sampai kini masih dianggap sebagai salahsatu penyebab lemahnya investasi. Bagaimana dengan biaya produksi lainnya seperti harga bbm, gas dan listrik, disamping ekonomi biaya tinggi dan rigitnya birokrasi?. Kalau dilihat dari lingkar kendali dan lingkar pengaruh, apa saja yang sepenuhnya berada dibawah wewenang pemerintah yang bisa dikendalikan/ ditangani, sebelum masuk kewilayah lain yang berada diluar kendali, dan berpotensi menimbulkan rentetan masalah baru?
Jika solusi Hubungan Industri Indonesia berupa adanya kesepakatan antar pihak, darimana munculnya suatu kesepakatan kalau bukan dari kepercayaan? Darimana munculnya kepercayaan kalau bukan dari pembuktian itikad baik? Darimana pembuktian itikad baik kalau bukan dari perbaikan dilingkar kendali masing-masing pihak?
Kalau Hubungan Industri dilihat dari hubungan tiga pihak (tripartit); pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja, maka lingkar kendali masing-masingnya terhadap variabel-variabel terkait dengan tujuan perubahan adalah:
 Pemerintah: regulasi, hukum, pajak, biaya produksi; bbm, gas, listrik, infrastruktur, dll.
 Pengusaha: bentuk organisasi yang mampu menjalankan fungsi sosio-tehnikal yang kondusif bagi penciptaan hubungan industrial yang harmonis dan produktif.
 Serikat Pekerja: kontribusi anggota dalam kinerja dan produktifitas. Lebih dominant fungsi defensif, yaitu reaksi terhadap setiap aksi yang merugikan anggota dalam hubungan kerja.
Pertanyaannya apakah sudah dikaji bersama secara mendalam melalui analisa data yang komprehensif dan transparan, secara objektif mengukur variabel-variabel yang berpengaruh dan menyusunnya dalam skala prioritas, sebelum menetapkan suatu bentuk perubahan?
Berdasarkan logika, kerusuhan Mei mungkin lebih didasari masalah kepercayaan diatas, yaitu akumulasi kekecewaan yang bersumber dari rasa ketidakadilan. Hal ini bisa disebabkan belum adanya tolok ukur objektif dalam membangun komunikasi tiga pihak, sehingga apapun inisiatif pemerintah akan berpotensi menjadi pemicu kerusuhan buruh dan/ atau kekecewaan pengusaha.
Substansi vs. Crash Program
Tiga pasar tujuan industri nasional adalah domestik, regional dan internasional, saat ini sulit dikembangkan. Untuk bersaing ditingkat regional dan internasional harus punya sdm yang tangguh sebagaimana Samsung yang menjadi research company. Untuk memenuhi syarat tersebut, kondisi sdm kita tidaklah memadai, sebagaimana bukti laporan tahunan PBB.
Pasar domestik yang paling rendah tingkat persaingannya, menyimpan dilema yang tidak kalah pelik. Masalah di hubungan industri/ ketenagakerjaan saat ini menjadi faktor penyebab menurunnya daya tarik investasi. Kurangnya investasi membuat roda ekonomi tidak berputar, daya beli masyarakat lemah, sehingga produkpun tidak laku dijual.
Kesimpulan dari kronologis diatas jelas bahwa kini masalah “hubungan industri”/ ketenagakerjaan tidak semata persoalan Departemen Tenaga Kerja, namun sudah merupakan masalah bagi Departemen Perindustrian. Lalu bagaimana dua departemen ini mengatasinya?
Kecenderungan nasional saat ini terlihat lebih mengarah kepada crash program, yaitu bagaimana menyelesaikan masalah jangka pendek secepatnya dan bisa jadi cenderung menganggap remeh hal fundamental/ substansial.
Indikatornya dapat dilihat dari penetapan anggaran 9,1% APBN 2006 untuk pendidikan, sedangkan UUD 45 Bab XIII pasal 31 ayat 4 mewajibkan anggaran minimal 20% untuk pendidikan. Pada uji materi, MK akhirnya membatalkan UU. No.13 th.2005 tentang APBN sepanjang menyangkut masalah anggaran pendidikan. Walau demikian belum terlihat adanya perubahan mendasar.
Jika sektor pendidikan yang seharusnya jadi perekat guna memperkuat ketenagakerjaan sekaligus sektor industri sudah tidak bisa diharapkan, apalagikah yang masih tersisa?
Realita diatas juga menunjukkan kausalitas yang tak terbantahkan. Untuk memutar roda ekonomi, pemerintah mengejar crash program dan mengabaikan hal substansial, sehingga pendidikan dan iptek tidak dapat mendorong sektor industri. Saat ini kita dihadapkan pada kenyataan bahwa dibidang produksi/ manufaktur makin hari kita makin tersingkir. Hanya tersisa tempat sebagai pedagang, itupun untuk dijual kepada bangsa sendiri.
Makin sempitnya ruang bagi iptek, mengakibatkan putera-puteri terbaik bangsa hasil pendidikan terbaik sekalipun, hanya menjadi potensi yang mubazir. Logikanya jelas; bahwa tanpa sektor produksi dan teknologi, bangsa kita tidak akan memiliki nilai tambah sama sekali. Akibatnya kita hanya bisa bertahan sampai seluruh kekayaan alam habis terkikis. Kondisi tersebut bisa dinamakan dengan perputaran negatif value added suatu bangsa.
Menghadapi dilema ini, dibutuhkan inisiatif terobosan guna merubah arah perputaran menjadi positif. Belajar dari negara yang berhasil, mereka merubah orientasi secara radikal, dengan kembali kepada hal substansial berbasiskan akal budi yang didefinisikan sebagai value, menyiasati sektor konsumsi dan mengembangkan seluas-luasnya sektor riset/ pendidikan.

Hal inilah yang paling mungkin dilakukan Korea saat recovery dari krisis moneter yang melanda tahun 1997. Riset ilmiah menghasilkan sistem manajemen organisasi yang dijadikan tolok ukur objektif dalam mengoptimalkan human capital. Sistem berbasis riset ini mampu menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif, disamping menghasilkan produk-produk inovatif yang menekan biaya.
Tolok ukur berbasis riset tersebut lebih diterima sebagai dasar acuan komunikasi tiga pihak (tripartite), menghasilkan inisiatif perubahan dilingkar kendali masing-masing, sehingga tahun 2004 Korea melampaui target dengan menjadi macan ekonomi asia bersama Jepang.
Gambaran diatas membuktikan perumpamaan tentang hal substansial, yaitu seperti tali pecutan. Impaknya diujung akan luarbiasa jika hal tersebut disentuh sedikit saja. Sebaliknya apakah crash program selalu bisa menyelesaikan masalah? Semoga perjalanan panjang perubahan UU13 th. 2003 tidak menjadi prototype ekonomi biaya tinggi. Semoga sudah dihitung berapa banyak sidang yang akan dilewati, demo yang akan timbul dan pabrik yang akan berhenti berproduksi, termasuk opini yang akan dihasilkan dari kekisruhannya.
Tantangan Hubungan Industri ke Depan
Perubahan acak tampaknya akan makin sukar diprediksi, sebagaimana kecenderungan makro lazimnya. Mangamati arah pergolakan hubungan industri yang makin marak, dengan puncaknya perubahan UU.13 th 2003 ini, wacana perubahan fundamental menjadi sangat mendesak untuk ditindaklanjuti…. Apakah memang sudah harus dilakukan perubahan mendasar dalam pengelolaan IR menuju satu bentuk platform baru.?
Wacana tersebut kemudian berkembang menjadi: bagaimana IR membuka ruang lain selain dua kutub yang berseberangan yaitu karyawan dan pengusaha, guna menemukan jawaban dari dua pertanyaan:
1. Apakah ada bentuk lain sehingga keduanya bisa menjadi sinergis?
2. Jika ada bagaimana cara mencapainya?
Ilustrasi tambahan bagi PIC IR di perusahaan adalah bagaimana seorang inspector tidak lagi berteriak minta mesin distop (lock-out) bila terjadi trouble. Tetapi juga bisa berkontribusi pada pengendalian raw material melalui switch yang “nyambung” ke bagian plan, sehingga bisa diefisiensikan tenaga, waktu dan biaya bagi pembersihan sisa trouble, penghentian mesin, penundaan order, disebabkan oleh produk yang tidak sesuai spesifikasi karena kesalahan plan atau treatment pada raw material.
Sudut pandang lain dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan mendasar, mengapa hubungan ketenagakerjaan di Indonesia dari dulu tidak pernah menemukan bentuk idealnya. Selalu terjadi tarik menarik dengan orientasi kepentingan masing-masing. Lebih jauh tentang itu, review ini selain menelusuri berbagai pembuktian perlunya perubahan fundamental dibidang IR, juga mencoba memberikan alternatif solusi bagaimana cara mewujudkannya,
IR Human Capital Asset
Pemahaman tentang Industrial Relation (IR) yang berkembang global aktual adalah bahwa IR sudah bukan lagi wilayah kalah atau menang, tapi wilayah bagi penggalangan seluruh human capital sebagai asset utama bagi percepatan pertumbuhan industri/ perusahaan. Jelas dalam semangat dasar ILO1): “Good and stable bipartite relations is key to workplace: Efficiency, Flexibility, Stability, Productivity, Competitiveness, Equity”
Contoh kongkrit adalah teknik menggalang human capital-nya Jack Welch (GE) yang tegas menunjukkan pertumbuhan luarbiasa yaitu hampir dua kali lipat dalam waktu 5 tahun (1996-2001), dibanding waktu sangat panjang yang sudah dilewati 2). Jack Welch selaku presdir berperan sebagai pioneer bagi seluruh change agent, bersinergi dengan six sigma- nya sebagai tool yang bibitnya ditanam di lahan integral kultur-nya. Tiga kata yang digarisbawahi adalah substansi dasar untuk menghasilkan suatu perubahan.
Pengamatan pada beberapa perusahaan yang tahan dan yang rentan melahirkan pemahaman tentang Renewall Capability and Competitive Readiness3), bahwa perusahaan dengan organisasi yang berbasis Human Capital terbukti sanggup bertahan dan bertumbuh, organisasi tersebut dinamakan Developmental Organization (untuk seterusnya disini kita singkat dengan DO).
Bukan tidak mungkin realita GE ini menginspirasi terbitnya HR Scorecard tahun 2001. Pada pengantarnya David Norton (Balance Scorecard) menyatakan: “The greatest concern here is that, in New Economy, Human Capital is the foundation of the value creation. Various study show that up to 85 percent of a corporation‘s value is based on intangible assets”4).
Pertanyaan pokok ketika merefleksikan gejolak IR nasional pada perusahaan adalah: Apakah perusahaan berada diwilayah yang berorientasi kepada human capital sebagai asset atau tidak. Indikatornya secara garis besar adalah:
1. Seberapa besar pemberdayaan karyawan yang sudah dilakukan.perusahaan
2. Seberapa besar komitmen perusahaan kepada perubahan
lebih jelasnya lihat perbandingan karakteristik Traditional vs. Learning vs. Developmental organization pada referensi 3.
Jika jawabannya positif, maka potensi kapasitas perusahaan terhadap perubahan sudah memadai, namun belum renewal capability. Syarat berikutnya adalah kapabilitas tambahan bagi paktisi IR dan HR5) dibidang strategi bisnis disamping penguasaan regulasi, komunikasi, bargaining dan pengendalian krisis. Syarat terakhir adalah komitmen membangun DO dalam 3 kerangka utama; change agent, tool dan culture.
Kapabilitas dan Langkah membangun DO
Langkah yang perlu dilakukan dalam membangun kapabilitas yang dibutuhkan dalam membangun DO adalah sebagai berikut:
1. IR sebagai lapisan dasar bangunan Human Resources Management melakukan inisiatif proporsional dengan membuka wacana pembelajaran DO, untuk mengarahkan human capital pada kontribusi significant bagi penguatan dan percepatan pertumbuhan perusahaan.
2. Langkah diatas berdasarkan analisa data John Boudreau dan Edward E. Lawler5) bisa dicapai dengan tambahan kapabilitas (temuan: tingkat pemahaman business partner skill dan metric skills dibawah memuaskan dengan korelasi rata-rata dibawah 0,3 terhadap kebijakan strategy). Kongkritnya disimpulkan mereka sbb:
HR’S New Capability Requirement: To deliver the strategic organizational effectiveness vision HR will need to develop a new set of capabilities:
• Enhance understanding of the business strategy and processes
• ERM and branding: external and internal
• Data mining and financial analysis
• Information Technology fluency
• Building and managing effective strategic supplier relationship
• Knowledge management
Seiring pembangunan kapabilitas diatas, dilakukan langkah-langkah membagun DO sbb.:
a. Membangun pemahaman system thinking, dijelaskan HR Scorecard: “Thinking systematically emphasizes the interrelationship of the HR system components and the link between HR and the larger strategy implementation system…that make a system more than just the sum of its parts (see the Laws of Systems Thinking)” .
Teknik implementasi system thinking tersebut disederhanakan dengan menerapkan teknik Logic Simulation System (LSS)6), seperti dijelaskan pada langkah b. dan c. berikut:
b. Menyusun frame alur kerja ditiap unit, departemen dan divisi dengan basis job analysis7) dan SOP (seperti simpul tali). Kemudian lakukan langkah interrelasi (simpul berikut yang berkaitan), seterusnya dalam jaringan yang respon terhadap perubahan strategi perusahaan. Untuk mengatasi perubahan-perubahan acak yang jadi karakteristik business strategy, digunakan pendekatan matematis pada suatu model, yang dikenal dengan metoda simulasi8),
c. Langkah terakhir adalah menghubungkan seluruh frame interelasi diatas dalam satu bingkai terintegrasi. Kemudian dikembangkan metoda data analysis melalui perangkat pendukung sejenis PH Stat9). yang sangat sensitive dalam merespon dan mendukung setiap analisa strategi makro corporate, group dan company.
Menjadi lebih simple karena orientasinya pada pengolahan data. Berupa simpul jaringan, teknik diatas sudah diterapkan dalam bentuk grouping regulasi dengan LSS pada tahun 2003.
Selain menjadi tool bagi pencapaian implementasi DO, LSS juga dapat mempermudah pencapaian syarat kapabilitas diatas. Hal ini disebabkan kemampuannya membangun metoda instruksional yang mirip dengan model Hareaus, yaitu punya daya jelajah (explore) yang tinggi, melingkup bentuk mini dan maxi. Model ini kemudian dikembangkan oleh Instructional Development Institute, yang merupakan model paling banyak dipakai dalam pengembangan instruksional di Amerika Serikat10). Teknik ini dapat memberi impak kuat karena kemampuannya menstimulir otak kanan, memilah informasi dan memancing ide-ide tak terduga guna kreativitas solusi, improvement dan inovasi.
Melalui DO, dikembangkan kapasitas respon optimal bagi tiap perubahan yang acak dan cepat, termasuk kemampuan human capital measurement bagi pengendalian wilayah intangible yang mengkontribusi 85% total corporate value creation, serta lebih jauh lagi dari pengukuran return of investment pada setiap implementasi people development treatment, dll..
Logika dan Esensi IR Paradigma Baru
Beberapa step pernyataan berikut merupakan dasar logika perubahan IR.
 Kenapa harus IR dan HR? Karena tegas basisnya Human Capital.
 Kenapa Human Capital? Karena tegas basisnya intangible asset.
 Kenapa intangible asset? Karena terbukti 85% pengaruhnya pada pertumbuhan perusahaan, menentukan runtuh atau tumbuhnya perusahaan (runtuh ya….PHK).
Secara spesifik DO membantu agar kita bisa lebih simpel dan sederhana menyikapi tiap riak gelombang di IR (sebelum jadi tsunami yang me-luluhlantak-kan). Fondasi DO memberi percepatan penyesuaian ditiap perubahan, termasuk perubahan regulasi.
Butuh riset akademis agar LSS optimal pemanfaatannya. Selain itu tidak ada salahnya dibuka jalur pendidikan formal lanjut bidang industri/ manajemen bagi praktisi IR/ HR. Hal ini diperkuat data tentang kendala utama dibidang Operation Management dalam kaitannya dengan DO, yaitu tidak banyaknya riset yang menyentuh realitas yang ada di industri, dan sebaliknya11).
Terkait isu perubahan, essensinya cukup tegas; tidak mungkin ada satu perusahaan-pun yang tidak mau pertumbuhannya seperti GE diatas diperkuat statement ILO dan pernyataan berdasarkan evidence-nya David Norton. Kalaupun ada yang membalikkan fakta tersebut, mungkin hanya ada di lingkungan anomaly. Wilayah yang tidak dibahas disini.
Pemahaman DO harus selalu dikomunikasikan dan disederhanakan, agar bisa diimplementasikan guna membangun IR yang kini dituntut lebih dari harmonis, sehingga bisa mendukung (setidaknya tidak menghambat) pertumbuhan industri nasional. Sesederhana pemahaman tentang kenapa seorang Lech Walessa mau melamar jadi buruh lagi setelah jadi seorang presiden (sesederhana memisahkan orientasi pada value atau orientasi pada symbol).
Maka sangat layak berharap tempat yang “lebih baik” bagi mereka yang membangun tempat yang “lebih baik” bagi generasi sesudahnya. Karena dunia manusia seharusnya beda dengan dunia hewan Discovery Channel, yang makan tanpa pedulikan kelestarian makanannya. Jika mangsa habis mereka lalu memakan sesamanya (zbu.jkt.12.07.06).
Bahan Bacaan:
1). Significant of Bipartism, Alan J. Boulton - Direktur ILO Jakarta dan Carmelo C. Noriel - Chief Technical Advisor ILO /USA Declaration Project Jakarta, Seminar IR menuju paradigma baru, Depnaker RI, 2004.
2). “Six Sigma for Innovation Strategy”, Handry Satriago-GE Energy Asia Pacific Director, Seminar Innovastra 13 Peb ’ 2004.
3). Jerry W. Gilley dan Ann Maycunich, BEYOND LEARNING ORGANIZATION, PERSEUS BOOKS Cambridge, Massachusetts, 2001
4). The HR Scorecard, Brian E. Becker, Mark A. Huselid, Dave Ulrich, Harvard Business School, 2001.
5). Is HR a Strategic Partner? What Data Say, John Boudreau and Edward E. Lawler Centre of Effective Organization, University of Southern California, 2005.
6). Simulation Methods to Builds the Developmental Organization, Zukra Budi Utama, Original, Jakarta, Indonesia, 2003.
7). See Hay Guide Chart in-and Job Evaluation and Remuneration Strategy, Frank Poel, Kogan Page Limited 120 London, 1997.
8). Quantitative Techniques for Managerial Decisions, Srivastava U.K., Cambridge, Massachusetts, 1989
9). Statistic for Manager Using Microsoft Excel, David M. Levine, Mark L. Berenson, David Stephan, Prentice Hall International Inc, 1999.
10). Quantitative Modeling with Simulation System as Learning Methods to Decrease Education and Management Practitioners Gaps, Zukra Budi Utama, Original, Jakarta, Indonesia, 2003.
11). Operational Management Research Methodologies Using Quantitative Modeling, J. Will M. Bertrand and Jan C. Fransoo, Emerald International Journal of operational and production management, vol. 22 no.2. 2002 pp. 241-264)
----------------------

Selasa, 13 Januari 2009

Ambil Setiap Peluang Nyata

Menarik sekali untuk mengembangkan diri dengan membuka blog di internet sekaligus melanjutkan proses pembelajaran dan riset dengan tetap berpeluang mendapatkan income dari internet marketing. Peluang tersebut dapat dilihat dari link yang ada dibawah ini.

Proses pembelajaran itu sendiri membutuhkan biaya yang kadang cukup besar. Diharapkan metoda internet marketing yang diperkenalkan Bpk. Joko Susilo dibawah dapat menjadi solusi yang baik bagi pengembangan diri anda melalui proses pembelajaran formal dan non formal.

29 Rahasia Kepemimpinan Jack Welch

29 Rahasia Kepemimpinan Jack Welch
Judul : 29 Rahasia Kepemimpinan Jack Welch
Penulis : Robert Slater
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Halaman : xi + 185 hlm
Cetakan : Cetakan Pertama, 2003


Menangkap Esensi dari 29 Rahasia Kepemimpinan Jack Welch
Oleh:
Zukra Budi Utama

Pertanyaan yang selalu ditujukan kepada John Maxwell seorang pakar leadership terkemuka disetiap seminarnya adalah “bagaimana saya mengimplementasikan apa yang Anda ajarkan sedangkan saya bukanlah seorang top leader”. Pertanyaan yang sama mungkin akan diajukan oleh mereka yang disodori buku leadership tentang 29 rahasia kepemimpinan Jack Welch.
Bagi Maxwell leadership dibutuhkan ketika seseorang berkeinginan untuk mengambil inisiatif, baik terhadap atasan, rekan kerja maupun terhadap bawahan. Ini dari sisi aktif, namun dari sisi pasif dengan membaca buku ini setidaknya kita dapat memahami apa kira-kira yang menjadi trend pemikiran leader secara umum, mengingat Buku tentang Jack Welch adalah salahsatu referensi penting bagi para leader.
Buku ini berisi 29 kiat Jack Welch menjadi leader terkemuka, dibagi atas 4 bagian, yang mengalir dalam bentuk perubahan-perubahan yang dilakukan Welch sebagai dasar keseluruhan proses kepemimpinannya dari tahun1980 sampai 2001.
Visi: cara pandang berbeda seorang pemimpin
Jack Well membangun visi seiring dengan langkahnya yang berani dalam melakukan perubahan komprehensif. Pada awal kepemimpinannya Welch memangkas 350 jenis usaha menjadi 12 jenis usaha, sehingga mendatangkan konsekwensi pemutusan hubungan kerja pada ribuan karyawan GE, yang sempat mengguncang ketenagakerjaan Amerika Serikat. Dari sini bisa diresapi tentang hal-hal yang tidak bisa diukur dari tindakan seorang pemimpin. Hal ini disebabkan cara pandang seorang pemimpin yang berbeda dengan seorang pekerja, serta tidak harus sama dengan pandangan umum para pengamat bisnis.
Organisasi pada dasarnya seperti sebuah gunung. Makin tinggi posisinya, makin jauh jarak pandangannya. Jika di kaki gunung kita hanya dapat memandang 1 kilometer ke depan, di puncak gunung kita bisa memandang 20 kilometer ke depan. Di kaki ‘gunung organisasi’ para karyawan hanya dapat memandang 1 tahun ke depan, pimpinan puncak harus dapat memandang 10 atau 20 tahun ke depan. Para karyawan di kaki gunung berkutat dengan masalah teknis operasional, para pimpinan di puncak gunung berkutat dengan visi dan masalah-masalah strategis.
Bisa dikatakan tidak ada yang meramalkan kalau beberapa tahun kemudian Jack Welch malah menambah jauh lebih banyak pekerjanya dibanding yang dikeluarkan. Jika sebelumnya dia tidak melakukan phk, mungkin justru dikemudian hari harus mengeluarkan lebih banyak lagi pekerja.
Jack Welch dan Musashi: perjuangan hidup dan mati
Bagian kedua dan ketiga sarat dengan strategi perubahan mendasar yang dilakukan secara total, layaknya perjuangan antara hidup dan mati. Membaca bagian ini seakan membaca kisah Mushasi dalam versi yang lain. Miyamoto Musashi, tokoh Jepang legendaris yang termasyhur di seluruh dunia sebagai master pedang, pencari kesempurnaan spiritual, dan penulis Kitab Lima Lingkaran. Suatu gambaran memukau seorang pemberani bertekad baja. Sang samurai radikal bergulat dengan gagasan-gagasan filosofis dan spiritual yang tetap relevan sampai sekarang. Buku mushasi membentuk sifat dasar manajemen Jepang yang dikenal dengan PDCA-nya, dalam dasar nilai bushido terus menerus melakukan perbaikan dengan belajar dari waktu yang sudah lewat.
Membandingkan kedua buku ini memperkuat keyakinan akan sangat esensinya faktor nilai-nilai yang melampaui seluruh unsur simbol-simbol. Disiplin Welch pada nilai-nilai mengharuskannya meninggalkan kemewahan birokrasi saat itu, membuahkan sangat banyak manfaat bagi pertumbuhan perusahaan.
Kesamaan Jack Welch dan Musashi dapat dilihat melalui semboyan Welch: “survival for fittest” (yang terkuat yang mampu bertahan). Dia mewajibkan seluruh bisnis GE untuk menjadi nomor satu atau nomor dua di pasarnya masing-masing (hal. 45).
Umumnya strategi yang diterapkan mirip dengan konsep dasar strech (merentangkan) yang kemudian diterapkan pada karyawannya. Welch sudah mendahului sejak awal, menekan dirinya dengan target setinggi mungkin, lalu merelisasikannya (hal.129).
Satu strategi lurus saja tidak cukup bagi Welch, dia masih harus menempatkan strategi yang berlapis dan saling berhubungan. Teori mengurangi lapisan disinergikan dengan strategi boundaryless. Dampaknya bagai vitamin dengan tambahan suplemen, selalu saja ada kiat tambahan memperkuat dan mempercepat hasil dari strategi sebelumnya. (hal 103).
Perubahan Welch: revolusioner terhadap kebiasaan, Jurus-jurus aikido yang memainkan kelembaman memanfaatkan kekuatan lawan
Mengikuti uraian setiap rahasia Welch menggambarkan sikapnya yang revolusioner terhadap kebiasaan, bahkan bisa dicap menyimpang dan bertolak belakang, sehingga kadang dianggap gagasan gila. Namun dia berhasil membuktikan keyakinannya. Seperti jurus-jurus aikido yang memainkan kelembaman memanfaatkan kekuatan lawan, Welch memimpin dengan mengendalikan apa yang selama ini disebut sebagai kebiasaan oleh para pesaingnya.
Saat semua orang terpaku pada keyakinan kontrol maksimal melalui lapisan birokrasi, Welch memangkasnya menjadi lapisan yang sedikit dan meniadakan birokrasi. Kiat ini sekaligus mengaduk, memisahkan dan membuang bagian tak penting yang berkontribusi kecil pada perusahaan, walaupun untuk itu dia terpaksa memangkas jajaran manajemen yang notabene adalah koleganya sendiri (hal 87).
Bagai menampi beras di ayakan, karyawan yang baik dipisahkan, diberdayakan (budaya belajar dan work-out, hal. 114) dan dipertahankan dengan penghargaan. Pantas rasanya suatu ketika Jack Welch berucap: "Anda tidak mampu memiliki siapa saja yang berjalan melalui pintu gerbang sebuah pabrik atau kedalam sebuah kantor yang tidak memberikan 120% (Dessler, 1997)". Kalimat inilah yang kelak dinyatakan layak menjadi keyword-nya Human Resources.
Unik: perubahan yang mampu berputar 180º
Setelah seluruh unsur perusahaan merasakan manfaat dari strategi-strateginya, justru disaat yang sama Welch tidak ragu untuk berputar haluan dan disinilah letak uniknya. Dengan kemampuannya yang tinggi dalam memainkan kelembaman - kata lain dari kebiasaan, saat dalam posisi baikpun, Welch tidak canggung untuk berputar 180º. Hal ini terlihat pada langkahnya mendefinisi ulang pasar hi-tech GE yang saat itu berada di posisi nomor satu kearah jasa, langkah ini merevisi strategi nomor satu atau dua yang sebelumnya ditetapkan. (hal 49).
Hal lain adalah langkah inisiatif six sigma, yang bertentangan dengan budaya anti birokrat yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pada pelaksanannya Six Sigma sarat dengan data-data dan pengukuran serta rapat-rapat yang merupakan ciri khas dari birokrasi (hal 142-143).
Selain berbekal kemampuan berubah, kenyataan lain yang mempermudah GE bermanuver 180º adalah lingkungan yang sudah disiapkan sebelumnya. Prinsip Boundaryless yang menghilangkan dinding birokrasi rumit dan Work-out yang jadi dasar pengembangan kreatifitas karyawan, merupakan kontribusi yang tak kalah pentingnya untuk itu.
Jelas terlihat stategi yang berlapis dalam menguatkan faktor-faktor change baseline, mempermudah manuver-manuver pergerakan Welch dikemudian hari.
“Kesadaran akan perubahan” diikuti “Perubahan dengan sadar”
Banyak perusahaan yang menyadari pentingnya arti perubahan, namun sangat sedikit yang mampu untuk melakukan perubahan dengan sadar, bukan sekedar menangkap simbolnya, namun sampai ke esensinya dan tidak tanggung-tanggung dalam mengekploitir manfaatnya.
Rahasia terakhir Jack Welch, adalah memanfaatkan setiap gejala global yang muncul. Yakin akan revolusi bisnis lain sedang dalam perjalanan, Jack Welch bergerak secara agresif kearah internet pada tahun 1999. Ketika memutuskan untuk memasuki internet, Welch melakoninya dengan keseriusan yang tinggi guna memaksimalkan manfaatnya. Keputusan tersebut memberi impak yang nyata bagi peningkatan profit perusahaan. Dua tahun kemudian disaat Jack Welch meletakkan jabatannya, usaha GE yang berhubungan dengan e-business sudah menghasilkan penghematan biaya tambahan sebesar $19 milyar (hal.180, 185).
Pemanfaatan internet saat ini sudah umum dilakukan diberbagai perusahaan, namun cara pemanfaatannya yang membedakan mereka satu sama lain. Sangat banyak yang sudah mamakai namun seolah tidak sadar sudah menggunakan, sehingga tidak tahu bagaimana memaksimalkan manfaatnya. Tentunya akan menjadi sulit untuk menjawab pertanyaan berapa besar keuntungan perusahaan yang sudah Anda raih dari internet?
Esensi 29 rahasia leadership Jack Welch: Berubahlah dengan sadar dan total.
Dari rahasia terakhir dapatlah kita menangkap esensi dari keseluruhan 29 rahasia Jack Welch yang ditulis Robert Slater. Jack Welch berpedoman pada “kesadaran akan perubahan” dan “melakukan perubahan dengan sadar”. Seluruh langkah yang diambil dilakukan dengan sepenuh hati dan sepenuh daya juang. Mulai dari membangun visi melalui tinjauan internal dan eksternal, mengindentifikasi perubahan yang perlu, melakukan perubahan tersebut secara total, yang dengan kreatif dilengkapinya dengan strategi berlapis melawan kelembamam yang cenderung malas dalam confort zone. Keseluruhan bagai suatu perjuangan menelusuri batas antara hidup dan mati….sangat total.
Untuk itu jelaslah makna pesannya; bahwa tidak ada kata setengah-setengah dalam melakukan perubahan guna mengantisipasi tantangan dimasa depan. Landasi perubahan dengan pemahaman esensi nilai perubahan itu sendiri yaitu menjadikan masa kini lebih baik dari masa lampau, dan menjadikan masa mendatang lebih baik dari masa sekarang. Lakukanlah sepenuh hati…… tidak peduli sebesar apapun Anda diantara rentang waktu tersebut.
Bagaimana menurut anda? Jika Anda ingin memiliki pekerja yang mau memberi lebih dari 100% temukan di http://optimalfungsihrstrategy.blogspot.com/(zbu/04/02/09).
zbu/30/11/2007

Kendala dan Solusi Masalah Hubungan Industrial

Kendala dan Solusi Masalah Hubungan Industrial

Industrial Relation (IR) atau hubungan industrial secara khusus muncul dari adanya hubungan kerja antara dua pihak yaitu pengusaha dengan pekerja. Secara umum ditambah dengan unsur pemerintah, di Indonesia dengan didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan global ikut merubah sistem hubungan ini di Indonesia. Terbitnya UU 21 tahun 2000 yang menjamin hak pekerja dalam berserikat memperjuangkan hak-haknya, menjadikan IR sebagai salahsatu faktor krusial yang sangat berpengaruh kepada kelangsungan usaha.

Proses take and give sebagai inti proses Hubungan Industrial
Pada intinya suatu hubungan industrial adalah suatu proses take and give antara keduabelah pihak berdasarkan kesepakatan bersama. Pemerintah hanya bisa mengatur melalui pembatasan:
- Minimal yang harus dibayar perusahaan kepada karyawan.
- Minimal syarat yang harus dipenuhi pekerja.
- Sanksi maksimal bagi keduabelah pihak.
Metoda lama hanya bisa mengukur berapa perusahaan harus membayar, bukan berapa karyawan harus memberi.
Ukuran prestasi pada dasarnya dilihat dari sudut pandang pengusaha yang sepenuhnya diberi wewenang menentukan syarat prestasi. Biasanya hampir sepenuhnya mengacu pada pemenuhan tata tertib, sedang untuk hal lain yang bersifat intangible belum menjadi faktor yang terukur, padahal intangible mempengaruhi 80% dari pencapaian perusahaan. Hal ini disebabkan belum adanya ukuran yang dapat dipahami dan diterima oleh keduabelah pihak.
Kondisi ini sebenarnya merugikan bagi keduabelah pihak. Sulitnya membedakan mana pekerja yang berkontribusi kurang, sedang dan lebih, menyebabkan pekerja tidak lebih dari sekedar nomor registrasi, yang diatur dikendalikan layaknya mesin untuk menghasilkan nilai produksi sedemikian. Pengusaha hanya membayar status pekerja semata, bukan fungsinya. Untuk bisa mendorong produksi dilakukan metoda birokrasi yang ketat dalam pengawasan.

Perlunya Metoda Pengukuran Kontribusi
Perubahan cepat yang terjadi termasuk dibidang IR, menuntut perubahan pula dalam penanganan inti proses. Metoda lama mulai ditinggalkan karena terbukti tidak efektif dan berpotensi mematikan motivasi dan kreatifitas pekerja. Perusahaan multi nasional secara drastis meninggalkan pendekatan birokrasi. GE menamakan dengan boundaryless sehingga mereka bisa mengadaptir perubahan cepat dan berjaya dalam memimpin market.
Hal ini sejalan dengan arah pengupahan Indonesia yang papernya disampaikan menteri tenaga kerja pada acara Bimbingan Teknis Sistem Pengupahan berdasarkan Produktivitas. Pada Paper ditampilkan tabel tentang nilai tambah dan kenaikan upah. Variabel nilai tambah digambarkan dari kenaikan nilai produksi (tabel 1).
Permasalahannya adalah dalam penerapan metoda ini secara jangka panjang disuatu perusahaan, dimana nilai tambah tersebut harus terintegrasi sebagai angka kontribusi per-orang. Jika tidak tepat dalam pola integrasinya akan menimbulkan banyak kerancuan dan pertentangan sebagaimana sudah terjadi di negara Korea Selatan yang coba mengimplementasikan metoda ini. Malah metoda ini dianggap sebagai kontra demokrasi yang memicu perpecahan karena persaingan dikalangan pekerja.
Solusi
Syarat utama untuk dapat melakukannya dengan baik adalah punya tool dalam mengukur kontribusi pekerja dalam seluruh faktor termasuk wilayah intangible, dimana GE terkenal dengan tool six sigma-nya.
Sayangnya tidak semua perusahaan bisa mengikutinya karena syarat ini harus dilengkapi dengan dua syarat lagi yaitu;
- kultur perubahan yang menjadi ruh dalam tool, karena tool tidak bersifat generik, namun harus tercipta dari dalam.
- change agent yang lahir seiring kultur perubahan.
(Zukra Budi Utama, Jan 2007)
-------------------

Masalah Umum seputar HR

Masalah Umum seputar HR
Review diskusi mengenai perubahan;

Pengantar
Pada satu diskusi di lingkungan praktisi HRD, dikisahkan tentang kesulitan seorang manajer HRD di perusahaan yang mendapat banyak rintangan dalam memperjuangkan perubahan di perusahaannya
Masalah terakhir yang muncul menurut beliau :
1. Serikat Pekerja yang menolak konsep baru tentang penilaian karyawan
2. Mengembangkan system remunerasi untuk level operator yang benar-benar performance based dan mengakomodasi retension strategy
3. Susahnya 'PHK' bagi mereka yang susah di develop dan tidak punya keinginan mengembangkan diri.
4. Penolakan dari beberapa manajer terhadap konsep baru.
Melalui paparan analisa berikut akan dicoba menganalisa 4 masalah diatas, diawali dengan konsep perubahan.
Strategi Perubahan
Kisah serupa diatas (walau jarang), hampir semua berakhir sama. Dikatakan jarang karena memang sangat sedikit yang mau berjuang merubah yang sudah mapan, karena sulitnya seperti membengkokkan paku dibanding kertas. Kebanyakan orang cenderung mempertinggi pagar dan mempertebal dinding comfort zone. Pertanyaan mendasar: apa akar masalah jika hampir semua proses perubahan menuju kegagalan? sedangkan literature; buku, konsultan dan training yang menjadi variabel dirasa sudah lebih dari cukup.
Kalau dicermati sesungguhnya yang diberikan literature adalah (lebih menditail) pada potret dari suatu pola yang tersusun rapi dan kuat (solid), umumnya mengulas dengan step; mulai dari mission, core value, vision, strategy, balance, barulah kemudian initiative and people objectives). Sedangkan Ilustrasi umum tatanan Operational Management sebelum implementasi riset adalah berupa pola yang acak, sehingga membutuhkan penanganan komprehensif. Dengan demikian akan sulit dan beresiko jika change process dimulai dari konversi wilayah strategi.
Pendapat diatas juga tersirat pada Emerald International Journal of Operations & Production Management Vol.22 No.2, 2002. pp 241-264. Bertrand & Fransoo menyatakan: terdapat dua isu mendasar yang bersumber dari debat utama mengenai adanya gap antara teori dan praktek. (1).Mengapa para periset tidak mengarahkan penelitian mereka pada masalah-masalah yang relevan dengan kenyataan yang dipraktekkan di dunia pekerjaan.(2).Mengapa para praktisi tidak banyak menggunakan tool dan hasil penelitian pengembangan riset?
Berangkat dari asumsi pola tersebut, langkah yang selama ini cenderung berhasil adalah pendekatan terbalik dalam menerapkan literatur, dengan memulainya dari initiative and people objective, masuk per-sistem per-kelompok, dengan detail:
1. Membangun Development Karakter dengan membangun system thinking, dengan acuan TQM dan JIT
2. Setelah pencapaian dan hasil terlihat, mulai ditanamkan teknik knowledge reservoir yang diisi melalui keberanian membangun asumsi dari seluruh informasi yang tertanam sejak kecil, menguji asumsi ke literature dan memperbaiki asumsi. Seperti teknik Human Quality, yaitu mem- PDCA diri kemudian mem-PDCA system dan lingkungan.
Dampaknya:
o Literature diposisikan sejajar dengan riset implementasi, sehingga langsung terpakai.
o Ketika kelompok sudah dibangun, cenderung yang salah rekrut (minim motivasi) akan tersisihkan dan mundur. (jawaban masalah 3)
3. Mengikat sistem dengan membuhulkannya dalam bentuk simulasi logic.
4. Mengeratkan ikatan (solidify) dengan membangun pola jaring integrasi.
5. Maintain dan develop jaring dengan metoda statistik dan management strategic.
Jaring Pengaman IR Komprehensif
Bentuk praktis strategi perubahan yang berhasil diterapkan sejak 1993 (dibeberapa perusahaan), adalah menatanya secara system (parsial namun tetap align dengan core process). Tingkat keberhasilannya akan langsung terlihat. Teknik systemize yang mempolakan proses dalam bentuk simpul tersebut mempermudah treatment kepada orangnya karena cenderung mudah dipahami dan dilibatkan. (pendekatan 7 habits; memulai dari memahami sebelum dipahami).
Ketika pola berpikir system sudah terbangun menjadi karakter, saat itulah integrasi bisa diterapkan, dan ketika integrasi sudah diterapkan saat itu pula orang terpisahkan dari pekerjaan. Setiap orang tidak lagi memandang kerja sebagai yang disukai atau tidak (berbakat atau tidak), melainkan sebagai suatu system yang terdiri dari input, proses dan output yang mengacu kepada Quality dengan result yang terukur. Menjadikan kerja sebagai wilayah riset yang nikmat dalam pencapaian. Basis riset sederhana tersebut membangun pola terstruktur yang accountable dan transparan, menjadi dasar membangun bipartite dalam hubungan industrial yang ideal kearah produktivitas, secara fair memilah grade berdasarkan performan yang riil dan mudah dilihat (jawaban masalah 1 dan 2), dapat menerangkan kenapa si A lebih baik daripada si B (critical point performance management), tanpa debat yang berujung bingung. Pendekatan sederhana ini secara keseluruhan membangun culture yang Renewal Capability and Competitive Readiness.
Tahun 2001 The HR-Scorecard menuliskan; “Thinking Systematically emphasizes the interrelationship of the HR system component and the link between HR and the larger strategy implementation system … that make the system more the sum of its parts (see” The Law of System Thinking”). Dari sinilah saya semakin percaya akan pendekatan yang saya lakukan.
Lompatan Jauh Dunia Bisnis; suatu tantangan
Sama sebagai pengagum Jack Welch, walaupun kalau ditanya apa yang dilakukan GE, pak Handry Satriago (Dir. Six sigma Asia Pacific), menyebutkan bahwa kami hanya meminta karyawan menginput data saja. Namun jika kita amati ada 2 faktor penghambat utama yang sudah dilewati (di kita mungkin sudah berurat berakar), diantaranya:

1. Sifat internal confidential yang rigid
Perspektif transparansi dalam membangun good governance dalam linkungan internal yang dihipotesis sudah menjadi hal yang mendasar bagi pertumbuhan perusahaan, sehingga tidak ada yang tidak diketahui karyawan, termasuk dilingkup HR yang condong eksklusif, sehingga akan berdampak pada peningkatan motivasi karyawan dalam merencanakan karir untuk bekerja seumur hidup (toyota) dan peningkatan orientasi pada pengembangan personnel performance berbasis loyalitas.
2. Sifat external confidential yang rigid
Gejala perubahan yang terbaca disusun dalam ungkapan sebagai berikut:
a. Jika ingin besar, maka besarkanlah lingkungan.
Sama dengan metoda Kausalitas Tiga Sektor; Industri, Ketenagakerjaan dan Pendidikan, Berporos di sistem organisasi dan berujung pada pertumbuhan manusia/ masyarakatnya. Maka strategi ditujukan pada kontribusi dalam memberdayakan. contoh: strategi pengembangan GE berbasis riset yang secara total dibuka dan diajarkan ke seluruh wilayah dimanapun GE berada
b. Senada dengan poin a; Jika ingin bereksplorasi ke Laut Biru, maka “perkuatlah” pesaing.
Perkuat pesaing dalam persepsi dan tindakan. Menyadari siapa pesaing dan bersaing dengan pesaing yang tangguh akan memberi dampak luar biasa pada inovasi dan kreasi manusia. dicontohkan sejak berabad lalu dari sifat bushido yang penuh kasih pada yang lemah, mendidiknya menjadi kuat. Hanya mengasah kebatas kemampuan pada lawan yang lebih tangguh dengan resiko tertinggi yaitu kematian. Metoda yang dapat dipakai adalah competitor prototype, dimana untuk ini dipakai teknik simulasi contoh: Konsep Blue Ocean Strategy dan Co-opetition Strategy merupakan beberapa dari banyak literatur yang mengisyaratkan pola kompetitif diatas.
Kesadaran bersaing diatas bisa menjadi kultur, sehingga Jack Welch sanggup berucap: "Anda tidak mampu memiliki siapa saja yang berjalan melalui pintu gerbang sebuah pabrik atau kedalam sebuah kantor yang tidak memberikan 120% (Dessler)". Menurut saya kalimat JW ini adalah keyword-nya Human Capital Assets. Inilah yang akan sanggup menyelamatkan perusahaan dari kondisi sesulit apapun. Tidak semata ukuran kuantitas namun juga meliput ukuran kualitas, diantaranya knowledge improvement (sehingga bisa memberi lebih dari hanya sekedar yang diharapkan dari seorang operator, supervisor, manajer, sampai direktur).
Penutup
Mengaca dari yang sudah dilewati, merubah memang berat, apalagi menyangkut ide perbaikan. Guru dari guru saya berpesan; “jangan kecewa kalau ide kita baru dilaksanakan orang setelah ide itu menjadi ide mereka”. Tao Leadership menyatakan the Law of Paradoks; hakikat memberi itu sesungguhnya menerima. Cepat atau lambat semua akan balik lagi ke yang memberi. Untuk itu libatkan mereka pada proses perubahan (jawaban masalah 4).
Ketika realita tersebut sudah dipahami, harapan semakin terbuka, karena disekeliling kita (jika jeli) sungguh tidak sedikit yang berkarakter sebagai change agent. Hanya untuk mengetahuinya memang sulit, karena mereka cenderung tidak terlihat, bahkan mungkin dinilai jelek dan diremehkan. Alinea terakhir buku Musashi (Eiji Yoshikawa) merefleksikan; “Dunia ini penuh dengan bunyi gelombang. Ikan-ikan kecil menyerahkan diri mereka kepada gelombang, menari, menyanyi dan bermain. Tapi siapa yang bisa mengenal laut dibawahnya? Siapa yang kenal akan kedalamannya?”
Terakhir sependapat dengan peserta diskusi, agar kita tidak melupakan hal-hal mendasar, sehingga kalau tersesat hendaklah tidak terlalu jauh dari pangkal jalan.
Jakarta, Desember 2006
(Zukra Budi Utama)

Mengapa Sulit Mengimplementasikan Six Sigma dan Balance Scorecard?

1. Pertanyaan Emerald International Journal 2004: Mengapa sulit mengaitkan riset dengan relita yang ada di industri dan sebaliknya, mengapa sulit bagi industri memanfaatkan hasil riset para peneliti?
2. Sedikit perusahaan yang tidak masuk kategori poin 1 diatas, adalah yang membangun riset di perusahaan, seperti Samsung, GE, DEL, Fedex dll.
3. Buku-buku yang diterbitkan sangat sulit untuk dijadikan panduan dalam membangun wilayah strategic bagi perusahaan, seperti Six Sigma, Balance Scorecard, HRScorecard, dan Performance Scorecard. Padahal buku tersebut disusun berdasarkan realita yang ada di perusahaan yang sukses menerapkannya. Masalahnya bukan ketidak mampuan salah satu pihak, melainkan pada sudut pandang semata. Bahwa buku memaparkan sesuatu yang sudah disusun rapi, bukan menelaah proses ditail semenjak proses strategi yang tepat mulai diidentifikasi dengan berbagai treatment.
4. 3 poin diatas menjawab pertanyaan kecilnya presentase perusahaan yang berhasil menerapkan literatur dengan benar. Kalaupun ada, mungkin tidak berdampak sama dengan model yang dijadikan acuan.
5. Berdasar uraian diatas, maka cara bijak bagi perusahaan dalam mengacu pada literatur adalah:
a. membangun terlebih dahulu pola dasar perusahaan itu sendiri melalui alur logic proses yang terintegrasi.
b. Melakukan pendekatan terbalik terhadap literatur, artinya melangkah dalam varian yang berlawanan dari step yang diajarkan buku.
Rinciannya diterangkan dalam ilustrasi dibawah:

Ilustrasi Step awal menurut literatur memaparkan suatu bangunan yang sudah tertata rapi dan kuat (solid)dalam satu pola jasi, mengulas dengan alur yang terbalik dari realita penyusunan-nya.

Ilustrasi umum tatanan Company Operational Management justru sebaliknya masih acak dan tidak berpola. Sehingga sangat sulit mengikuti petunjuk literatur secara biasa, karena bentuknya yang tidak rigit dan membutuhkan penanganan komprehensif, sehingga sulit jika change process dimulai dari wilayah strategi.
Solusi diberikan LSS dengan langkah sbb (Teknik membangun HR Strategic Partner):
a. Membangun Development Karakter dengan bangunan knowledge reservoir
b. Mengidentifikasi proses dalam bentuk Workflow
c. Mengikat sistem dengan menyusun LSS per-function
d. Mengeratkan ikatan (solidify) dengan membangun integrasi jaring laba-laba.
e. Develop dan maintain dengan metoda statistik dan managemen strategic.
(zbu/02/2007)