Selasa, 13 Januari 2009

Masalah Umum seputar HR

Masalah Umum seputar HR
Review diskusi mengenai perubahan;

Pengantar
Pada satu diskusi di lingkungan praktisi HRD, dikisahkan tentang kesulitan seorang manajer HRD di perusahaan yang mendapat banyak rintangan dalam memperjuangkan perubahan di perusahaannya
Masalah terakhir yang muncul menurut beliau :
1. Serikat Pekerja yang menolak konsep baru tentang penilaian karyawan
2. Mengembangkan system remunerasi untuk level operator yang benar-benar performance based dan mengakomodasi retension strategy
3. Susahnya 'PHK' bagi mereka yang susah di develop dan tidak punya keinginan mengembangkan diri.
4. Penolakan dari beberapa manajer terhadap konsep baru.
Melalui paparan analisa berikut akan dicoba menganalisa 4 masalah diatas, diawali dengan konsep perubahan.
Strategi Perubahan
Kisah serupa diatas (walau jarang), hampir semua berakhir sama. Dikatakan jarang karena memang sangat sedikit yang mau berjuang merubah yang sudah mapan, karena sulitnya seperti membengkokkan paku dibanding kertas. Kebanyakan orang cenderung mempertinggi pagar dan mempertebal dinding comfort zone. Pertanyaan mendasar: apa akar masalah jika hampir semua proses perubahan menuju kegagalan? sedangkan literature; buku, konsultan dan training yang menjadi variabel dirasa sudah lebih dari cukup.
Kalau dicermati sesungguhnya yang diberikan literature adalah (lebih menditail) pada potret dari suatu pola yang tersusun rapi dan kuat (solid), umumnya mengulas dengan step; mulai dari mission, core value, vision, strategy, balance, barulah kemudian initiative and people objectives). Sedangkan Ilustrasi umum tatanan Operational Management sebelum implementasi riset adalah berupa pola yang acak, sehingga membutuhkan penanganan komprehensif. Dengan demikian akan sulit dan beresiko jika change process dimulai dari konversi wilayah strategi.
Pendapat diatas juga tersirat pada Emerald International Journal of Operations & Production Management Vol.22 No.2, 2002. pp 241-264. Bertrand & Fransoo menyatakan: terdapat dua isu mendasar yang bersumber dari debat utama mengenai adanya gap antara teori dan praktek. (1).Mengapa para periset tidak mengarahkan penelitian mereka pada masalah-masalah yang relevan dengan kenyataan yang dipraktekkan di dunia pekerjaan.(2).Mengapa para praktisi tidak banyak menggunakan tool dan hasil penelitian pengembangan riset?
Berangkat dari asumsi pola tersebut, langkah yang selama ini cenderung berhasil adalah pendekatan terbalik dalam menerapkan literatur, dengan memulainya dari initiative and people objective, masuk per-sistem per-kelompok, dengan detail:
1. Membangun Development Karakter dengan membangun system thinking, dengan acuan TQM dan JIT
2. Setelah pencapaian dan hasil terlihat, mulai ditanamkan teknik knowledge reservoir yang diisi melalui keberanian membangun asumsi dari seluruh informasi yang tertanam sejak kecil, menguji asumsi ke literature dan memperbaiki asumsi. Seperti teknik Human Quality, yaitu mem- PDCA diri kemudian mem-PDCA system dan lingkungan.
Dampaknya:
o Literature diposisikan sejajar dengan riset implementasi, sehingga langsung terpakai.
o Ketika kelompok sudah dibangun, cenderung yang salah rekrut (minim motivasi) akan tersisihkan dan mundur. (jawaban masalah 3)
3. Mengikat sistem dengan membuhulkannya dalam bentuk simulasi logic.
4. Mengeratkan ikatan (solidify) dengan membangun pola jaring integrasi.
5. Maintain dan develop jaring dengan metoda statistik dan management strategic.
Jaring Pengaman IR Komprehensif
Bentuk praktis strategi perubahan yang berhasil diterapkan sejak 1993 (dibeberapa perusahaan), adalah menatanya secara system (parsial namun tetap align dengan core process). Tingkat keberhasilannya akan langsung terlihat. Teknik systemize yang mempolakan proses dalam bentuk simpul tersebut mempermudah treatment kepada orangnya karena cenderung mudah dipahami dan dilibatkan. (pendekatan 7 habits; memulai dari memahami sebelum dipahami).
Ketika pola berpikir system sudah terbangun menjadi karakter, saat itulah integrasi bisa diterapkan, dan ketika integrasi sudah diterapkan saat itu pula orang terpisahkan dari pekerjaan. Setiap orang tidak lagi memandang kerja sebagai yang disukai atau tidak (berbakat atau tidak), melainkan sebagai suatu system yang terdiri dari input, proses dan output yang mengacu kepada Quality dengan result yang terukur. Menjadikan kerja sebagai wilayah riset yang nikmat dalam pencapaian. Basis riset sederhana tersebut membangun pola terstruktur yang accountable dan transparan, menjadi dasar membangun bipartite dalam hubungan industrial yang ideal kearah produktivitas, secara fair memilah grade berdasarkan performan yang riil dan mudah dilihat (jawaban masalah 1 dan 2), dapat menerangkan kenapa si A lebih baik daripada si B (critical point performance management), tanpa debat yang berujung bingung. Pendekatan sederhana ini secara keseluruhan membangun culture yang Renewal Capability and Competitive Readiness.
Tahun 2001 The HR-Scorecard menuliskan; “Thinking Systematically emphasizes the interrelationship of the HR system component and the link between HR and the larger strategy implementation system … that make the system more the sum of its parts (see” The Law of System Thinking”). Dari sinilah saya semakin percaya akan pendekatan yang saya lakukan.
Lompatan Jauh Dunia Bisnis; suatu tantangan
Sama sebagai pengagum Jack Welch, walaupun kalau ditanya apa yang dilakukan GE, pak Handry Satriago (Dir. Six sigma Asia Pacific), menyebutkan bahwa kami hanya meminta karyawan menginput data saja. Namun jika kita amati ada 2 faktor penghambat utama yang sudah dilewati (di kita mungkin sudah berurat berakar), diantaranya:

1. Sifat internal confidential yang rigid
Perspektif transparansi dalam membangun good governance dalam linkungan internal yang dihipotesis sudah menjadi hal yang mendasar bagi pertumbuhan perusahaan, sehingga tidak ada yang tidak diketahui karyawan, termasuk dilingkup HR yang condong eksklusif, sehingga akan berdampak pada peningkatan motivasi karyawan dalam merencanakan karir untuk bekerja seumur hidup (toyota) dan peningkatan orientasi pada pengembangan personnel performance berbasis loyalitas.
2. Sifat external confidential yang rigid
Gejala perubahan yang terbaca disusun dalam ungkapan sebagai berikut:
a. Jika ingin besar, maka besarkanlah lingkungan.
Sama dengan metoda Kausalitas Tiga Sektor; Industri, Ketenagakerjaan dan Pendidikan, Berporos di sistem organisasi dan berujung pada pertumbuhan manusia/ masyarakatnya. Maka strategi ditujukan pada kontribusi dalam memberdayakan. contoh: strategi pengembangan GE berbasis riset yang secara total dibuka dan diajarkan ke seluruh wilayah dimanapun GE berada
b. Senada dengan poin a; Jika ingin bereksplorasi ke Laut Biru, maka “perkuatlah” pesaing.
Perkuat pesaing dalam persepsi dan tindakan. Menyadari siapa pesaing dan bersaing dengan pesaing yang tangguh akan memberi dampak luar biasa pada inovasi dan kreasi manusia. dicontohkan sejak berabad lalu dari sifat bushido yang penuh kasih pada yang lemah, mendidiknya menjadi kuat. Hanya mengasah kebatas kemampuan pada lawan yang lebih tangguh dengan resiko tertinggi yaitu kematian. Metoda yang dapat dipakai adalah competitor prototype, dimana untuk ini dipakai teknik simulasi contoh: Konsep Blue Ocean Strategy dan Co-opetition Strategy merupakan beberapa dari banyak literatur yang mengisyaratkan pola kompetitif diatas.
Kesadaran bersaing diatas bisa menjadi kultur, sehingga Jack Welch sanggup berucap: "Anda tidak mampu memiliki siapa saja yang berjalan melalui pintu gerbang sebuah pabrik atau kedalam sebuah kantor yang tidak memberikan 120% (Dessler)". Menurut saya kalimat JW ini adalah keyword-nya Human Capital Assets. Inilah yang akan sanggup menyelamatkan perusahaan dari kondisi sesulit apapun. Tidak semata ukuran kuantitas namun juga meliput ukuran kualitas, diantaranya knowledge improvement (sehingga bisa memberi lebih dari hanya sekedar yang diharapkan dari seorang operator, supervisor, manajer, sampai direktur).
Penutup
Mengaca dari yang sudah dilewati, merubah memang berat, apalagi menyangkut ide perbaikan. Guru dari guru saya berpesan; “jangan kecewa kalau ide kita baru dilaksanakan orang setelah ide itu menjadi ide mereka”. Tao Leadership menyatakan the Law of Paradoks; hakikat memberi itu sesungguhnya menerima. Cepat atau lambat semua akan balik lagi ke yang memberi. Untuk itu libatkan mereka pada proses perubahan (jawaban masalah 4).
Ketika realita tersebut sudah dipahami, harapan semakin terbuka, karena disekeliling kita (jika jeli) sungguh tidak sedikit yang berkarakter sebagai change agent. Hanya untuk mengetahuinya memang sulit, karena mereka cenderung tidak terlihat, bahkan mungkin dinilai jelek dan diremehkan. Alinea terakhir buku Musashi (Eiji Yoshikawa) merefleksikan; “Dunia ini penuh dengan bunyi gelombang. Ikan-ikan kecil menyerahkan diri mereka kepada gelombang, menari, menyanyi dan bermain. Tapi siapa yang bisa mengenal laut dibawahnya? Siapa yang kenal akan kedalamannya?”
Terakhir sependapat dengan peserta diskusi, agar kita tidak melupakan hal-hal mendasar, sehingga kalau tersesat hendaklah tidak terlalu jauh dari pangkal jalan.
Jakarta, Desember 2006
(Zukra Budi Utama)

Tidak ada komentar: